Apalagi, BPDPKS ini sejak 2015 sampai 2021 terus memberikan keuntungan bagi perusahaan biodisel lewat subsidi, dengan total subsidi selama periode itu Rp110,05 triliun.
Beberapa perusahaan penerima subsidi tersebut adalah perusahaan yang tersangkut kasus minyak goreng, PT Wilmar Grup (menerima subsidi biodisel Rp39,52 triliun), PT Musim Mas Grup (Rp18,67 triliun), dan Permata Hijau Grup (Rp8,2 triliun).
Menurut Darto, adanya penetapan tersangka ini, harus dijadikan momen untuk mengevaluasi mekanisme penyaluran subsidi oleh BPDPKS, yang selama ini dinilai Darto tidak adil terhadap petani dan selalu menguntungkan korporasi.
Oleh sebab itu, menurut Darto, penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, harus melihat lebih jauh keterlibatan aktor di pemerintahan maupun aktor korporasi.
Berdasarkan Perpres No. 13/2018, sangat memungkinkan diterapkan pada kasus ini. Sehingga kejaksaan dapat lebih maksimal lagi dalam mengungkap aktor-aktor yang terlibat dan mendapat manfaat dari dugaan tindak pidana ini.
Selain itu, kejaksaan diharapkan melihat peluang penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap perusahaan yang terlibat, sehingga upaya pemulihan kerugian ekonomi bisa lebih maksimal.
Untuk memaksimalkan upaya ini, menurut Darto, Kejaksaan bisa melakukan koordinasi lintas penegak hukum, termasuk malibatkan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sejak awal. Sehingga aliran transaksi keuangan yang mencurigakan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dapat terendus dengan maksimal.