Miris, Startup Ini PHK Massal Ratusan Karyawan Tanpa Pesangon

M Nurhadi
Miris, Startup Ini PHK Massal Ratusan Karyawan Tanpa Pesangon
Ilustrasi PHK Karyawan. [Envato]

Hal ini terungkap usai salah seorang eks karyawan mengungkapkan email dari CEO perusahaan yang memberitahukan adanya PHK massal.

Suara.com - Gelombang PHK yang terjadi hingga kini belum surut. Setelah puluhan perusahaan di dunia memangkas jumlah pegawai dan beberapa memilih untuk gulung tikar, hingga kini fenomena PHK massal belum dapat dipastikan usai.

Terbaru, sebuah perusahaan rintisan yang mengembangkan kecerdasan buatan melalui perintah suara (AI), Sound Hound melakukan PHK massal hampir setengah dari jumlah karyawan mereka. Jumlah tersebut diperkirakan mencapai 200 orang.

Hal ini terungkap usai salah seorang eks karyawan mengungkapkan email dari CEO perusahaan yang memberitahukan adanya PHK massal.

Salah satu dari tiga karyawan yang mengungkapkan kabar ini mengaku sama sekali tidak mendapatkan hak mereka usai terkena PHK.

Baca Juga: Pengembangan AI Tidak Butuh modal Besar dan Bisa Dilakukan Perusahaan Berskala Kecil

Perusahaan tersebut diketahui tidak memberikan pesangon dan eks karyawan hanya mendapatkan uang setengah dari gaji bulanan mereka.

Selain itu, mereka juga tidak memberikan jaminan kesehatan setidaknya sebulan. Hal ini diduga berkaitan dengan keuangan perusahaan yang tengah terguncang. 

"Kami cukup terkejut dengan cara perusahaan menangani PHK," kata salah satu karyawan yang identitasnya dirahasiakan, dikutip via Gizmodo pada Selasa (17/11/2023).

Ia berharap, perusahaan setidaknya mengikuti aturan sesuai dengan perundang-undangan dan memberikan pesangon yang sesuai.

PHK ini sendiri dilakukan tidak lama setelah PHK massal puluhan karyawan yang sebelumnya dilaporkan dalam dua pekan lalu.  Tidak hanya melakukan PHK massal, karyawan itu mengatakan, gaji sejumlah staf dipotong.

Baca Juga: Targetkan 100 Proyek, Startup KRP Digital Ringkas Raih Kucuran Dana Rp 52 Miliar

Salah satu pendiri sekaligus CEO SoundHound, Keyvan Mohajer dalam emailnya mengatakan, perusahaan sejatinya tumbuh pesat pada tahun 2021 berkat kerjasama dengan Netflix, Snap, dan Mercedes-Benz.

Sayangnya, perusahaan kini telah mengalami kemunduran akibat bisnis yang suram hingga evaluasi keuangan dibutuhkan agar bisa bertahan di masa depan.

"Sebagai akibat dari perubahan kondisi ekonomi, termasuk suku bunga yang tinggi, kenaikan inflasi, dan ketakutan akan resesi, perusahaan dengan profil kami menjadi kurang diminati," kata Keyvan Mohajer.