Bukti kepemilikan lahan dari generasi keluarga Muller ini kemudian diserahkan kepada PT Dago Inti Graha pada 1 Agustus 2016, yang saat itu memiliki Orie August Chandra sebagai direktur utama.
Pada 24 Agustus 2017, majelis hakim PN Bandung memutuskan untuk mengabulkan gugatan keluarga Muller. Warga, yang didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.
Namun, di tingkat Pengadilan Tinggi, banding warga ditolak. Meskipun demikian, pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), putusan PN dan Pengadilan Tinggi Bandung dibatalkan pada 29 Oktober 2019.
Namun sayangnya, di tingkat Peninjauan Kembali (PK) di MA, putusan kembali berpihak pada keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Putusan PK MA nomor 109/PK/Pdt/2022 menyatakan bahwa sekitar 300 warga telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
Dalam putusan PK ini, MA memerintahkan warga untuk meninggalkan tempat tinggal mereka yang selama ini mereka huni.
"Memberikan hukuman kepada para tergugat (Tergugat I sampai dengan Tergugat CCCXXXV), atau kepada siapa pun yang menerima hak darinya, untuk mengosongkan dan menghancurkan bangunan yang ada di atas tanah tersebut, serta menyerahkan tanah objek sengketa tanpa syarat kepada PT Dago Inti Graha sebagai Penggugat IV, jika perlu dengan menggunakan upaya paksa dengan bantuan alat keamanan negara," demikian putusan PK Mahkamah Agung.