Sebagai sosok yang melindungi harta nasabah, LPS diberikan kuasa mengamankan nilai simpanan hingga tak lebih dari Rp2 miliar bagi tiap-tiap nasabah, serta menentukan nilai suku bunga jaminan. Uraian mengenai nilai bunga, yang biasa ditetapkan tiap bulan, merujuk pada rata-rata nilai bunga dari 10 bank terkemuka yang dilihat sebagai tumpuan pasaran, meski nilai suku bunga pokok tetap berasal dari Bank Indonesia.
Ditambah dengan keberadaan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), sektor keuangan di indonesia memiliki peluru baru yang mereformasi regulasi sehingga menjadi lebih berkembang, inklusif dan stabil.
Dalam data yang dikutip dari Bank Indonesia, OJK, BPJS TK, Asabri, Taspen, CEIC dan GFDD pada 2017 hingga 2021, kedalaman subsektor keuangan Indonesia relatif lebih dangkal dibandingkan negara Asean-5 lainnya, seperti malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand.
Sektor keuangan yang dimaksud meliputi aset bank, kapitalisasi pasar modal, asuransi hingga dana pensiun, didominasi mengandalkan pendanaan jangka pendek. Saat yang bersamaan, sektor perbankan masih mendominasi pembiayaan proyek pembangunan yang seharusnya membutuhkan sumber pendanaan jangka panjang.
![Data Kedalaman Subsektor Keuangan antara Indonesia dengan negara lain di ASEAN-5 dalam persen [Sumber: Bank Indonesia, OJK, BPJS TK, Asabri, Taspen, CEIC dan GFDD pada 2017 hingga 2021]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/08/16/49916-lps.jpg)
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penghimpunan dana sektor keuangan di Indonesia masih relatif rendah dan IKNB sebagai sumber pendanaan jangka panjang hingga kini juga belum menemukan peran penting di sektor keuangan. Kabar baiknya, potensi pendalaman dari sektor terkait masih memiliki peluang yang sangat besar.
Seperti kasus yang dialami Parjiyem. Rendahnya literasi keuangan ditambah sulitnya akses ke jasa keuangan yang kredibel masih menjadi salah satu masalah di sektor keuangan dalam negeri.
Hal tersebut diamini oleh Dimas Yuliharto. Dia menjelaskan mengenai tantangan di sektor keuangan saat ini, antara lain, rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat, terlebih di tengah disrupsi teknologi yang kian masif.
Selain itu, biaya tinggi, keterbatasan instrumen keuangan, stabilitas sistem keuangan dan rendahnya kepercayaan investor serta konsumen juga menjadi masalah tersendiri.
“Maka diperlukan upaya terus menerus untuk meningkatkan literasi dan akses ke jasa keuangan, oleh karenanya kami sangat mengapresiasi insan media yang terus mendukung untuk meningkatkan literasi keuangan di masyarakat,” ujar Dimas Yuliharto.
Baca Juga: Ada UMKM Produksi Susu Berasal dari Ikan, Gimana Rasanya?
Perlu adanya penguatan sektor keuangan agar kepercayaan terhadapnya terus menguat seiring waktu. Bukan lagi mimpi, harapan ini bisa digapai jika akses menuju jasa keuangan dan sumber pembiayaan jangka panjang semakin mudah, adanya instrumen pasti terkait mitigasi risiko, serta mampu memicu daya saing yang sehat.
‘Peluru’ Baru LPS
UU P2SK yang ditetapkan sejak awal tahun ini mengubah peraturan terkait LPS seperti kelembagaan dan wewenang, penjaminan bank, penjaminan polis dan penempatan dana yang diatur melalui UU Nomor 9 tahun 2016 tentang penanganan krisis sistem keuangan dan UU nomor 24 tahun 2024 tentang LPS.
Seiring perjalanan LPS, didukung dengan UU P2SK dengan metode omnibus law, mandat LPS tidak hanya menjamin simpanan dan resolusi bank saja tapi juga merambah penjaminan polis asuransi.
Jika dirincikan, bermula pada 2005, ketika UU membuat LPS memiliki tugas untuk menjamin simpanan dan resolusi masalah pada bank. Mandat ini semakin luas ketika UU PPKSK dan UU No 2 tahun 2020 ditetapkan. LPS kala itu memiliki tambahan tanggung jawab untuk melaksanakan PRP dan P&A dan BB dalam resolusi perbankan.
Kemudian pada tahun ini, disempurnakan dengan tambahan mandat berupa penyelenggaraan PPP, penempatan dana, resolusi bank berupa Penyertaan Modal Sementara (PMS) dan likuidasi.