Suara.com - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) dalam sesi Public Hearing Penyusunan RPP Kesehatan tentang Zat Adiktif, menyayangkan pemerintah yang hanya memandang eksosistem pertembakauan sebagai elemen parsial dalam proses penyusunan kebijakan.
Padahal, pasal 435 hingga pasal 460 tentang Pengamanan Zat Adiktif di RPP Kesehatan bukan lagi mengatur, melainkan berupa pelarangan yang sangat restriktif terhadap berbagai aktivitas elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan.
"Kami menghargai niat baik pemerintah dalam menyusun regulasi ini, namun juga harus dilandaskan itikad baik. Bolehlah kiranya melihat dan mempertimbangkan berbagai aspek. Bahwa dalam amanah UU Kesehatan itu sendiri pertembakauan harus diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri bukan dalam satu RPP yang menggabungkan semua hal," ujar Hananto Wibisono, Sekretaris Jenderal AMTI ditulis Kamis (21/9/2023).
Ia menambahkan, dampak dari pelarangan dalam RPP ini sangat luas.
"Ada banyak sekali elemen dan jutaan orang yang bergantung penghidupannya pada ekosistem pertembakauan. Usulan AMTI, marilah kita membicarakan pengaturan ekosistem pertembakauan secara seksama sehingga dapat melahirkan regulasi yang adil, berimbang, dan tidak menegasi satu pihak," sebut Hananto.
Merunut pada proses penyusunan regulasi pertembakauan sejak akhir tahun lalu, mulai dari masifnya dorongan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan hingga riuhnya polemik penyusunan RUU Kesehatan, Hananto berharap pemerintah dapat melihat bahwa ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan, khususnya kesejahteraan orang banyak yang terlibat mata rantai industri hasil tembaku.
Pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Ali Rido yang turut memberi masukan terkait Pengamanan Zat Adiktif merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan untuk tidak hanya fokus pada bahasan substantif RPP Kesehatan, namun juga harus menaruh perhatian pada teknis peraturan perundang-undangan itu sendiri.
"Patut diingat bahwa wujud peraturan yang baik dan benar itu ketika secara teknis formalnya dapat diimplementasikan secara baik. Harapannya RPP Kesehatan ini juga jelas dan tegas dalam konteks pengaturannya," kata Ali Rido.
Rido menjelaskan, sesuai dengan narasi diksi yang disebutkan dalam pasal 152 UU Kesehatan Nomor 17 tahun 2023 bahwa kKetentuan lebih lanjut mengenai Pengamanan Zat Adiktif, berupa produk tembakau dan rokok elektronik, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Baca Juga: Asosiasi Konsumen Produk Tembakau Mulai Resah Imbas UU Kesehatan
"Materi muatannya berbeda maka pengaturan tentang zat adiktif harus dibuat satu peraturan mandiri. Jika dilihat dalam RPP saat ini, ketika zat adiktif dimasukkan dalam satu RPP, berarti menghindari putusan MK yang sudah menegaskan soal penyelarasan narasi diksi," tegas Ali Ridho.