Ekonom Paramadina: Indonesia Perlu Antisipasi Perlambatan Ekonomi China

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 29 Desember 2023 | 08:47 WIB
Ekonom Paramadina: Indonesia Perlu Antisipasi Perlambatan Ekonomi China
Diskusi akhir tahun berjudul ‘China, Asia Tenggara, dan Indonesia,’ yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta.

Selain isu ekonomi, dalam refleksinya mengenai perkembangan terkait China sepanjang tahun 2023 itu, Johanes juga menyoroti permasalahan mengenai keamanan kawasan Asia Timur dan Tenggara.

Menurutnya, ketegangan di Selat Taiwan adalah salah satu isu yang penting untuk diperhatikan. Berdasarkan pemaparannya, sejak di tahun 2022, terdapat kekhawatiran di kalangan pemerhati China dan Hubungan Internasional terhadap kemungkinan China mengambil alih Taiwan, pulau yang oleh China dianggap sebagai miliknya, dengan jalan kekerasan.

Menurutnya, kekhawatiran tersebut masih berkembang hingga di sepanjang tahun 2023. Salah satu penyebab bertahannya kekhawatiran itu adalah karena dalam pidatonya di Kongres Nasional PKC ke 20 pada bulan Oktober 2022, Presiden RRC Xi Jinping menyatakan bahwa meski China akan mengupayakan reunifikasi Taiwan dengan China secara damai, namun beliau tidak berjanji untuk mengesampingkan penggunaan kekuatan.

“Beliau menyatakan akan menggunakan cara apapun yang diperlukan untuk melaksanakan reunifikasi tersebut,” pungkasnya.

Ia juga menyatakan bahwa kekhawatiran di atas makin merebak seiring dengan munculnya berbagai ketegangan yang terjadi di Selat Taiwan, yang terkait dengan peristiwa saling mengunjungi antara petinggi-petinggi Taiwan dan anggota-anggota parlemen Amerika Serikat (AS).

“Ketegangan yang masih berlangsung di tahun 2023 itu tentu berpotensi merambat ke kawasan Asia Tenggara,” pungkasnya.

Namun menurutnya, di sepanjang 2023, kawasan Asia Tenggara sendiri pun dilanda ketegangan terkait sengketa antara China dan beberapa negara Asia Tenggara di Laut China Selatan (LCS).

“Sepanjang tahun 2023, RRC tidak mengurangi tindakan agresifnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) milik beberapa negara-negara Asia Tenggara. Bahkan dalam kasus antara China dan Filipina, ketegangan semakin meningkat, sebagai akibat dari berbagai tindakan provokatif yang dilakukan oleh kapal-kapal penjaga pantai China, bersama dengan milisi maritime mereka, terhadap pihak Filipina,” tuturnya.

Ia menyampaikan bahwa ketegangan bahkan berkembang semakin tajam lagi seiring dengan keputusan Filipina untuk bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan dari luar kawasan, antara lain dengan kekuatan laut AS dan Australia, untuk melakukan patroli demi mencegah tindakan agresif China.

Baca Juga: Sinopsis Snow Eagle Lord, Drama Fantasi yang Dibintangi Xu Kai

Pada sisi lain, tindakan China yang pada Agustus 2023 merilis sebuah peta yang kembali menegaskan garis putus-putus yang mengakui sebagian ZEE negara-negara Asia Tenggara sebagai miliknya juga sempat menimbulkan protes dari negara-negara Asia Tenggara.

“Memang, pada bulan Juli lalu, China dan negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati hadirnya sebuah panduan untuk mempercepat selesainya Pedoman Tata Prilaku (Code of Conduct) yang diharapkan dapat mencegah terjadinya ketegangan-ketegangan di wilayah LCS. Namun kesepakatan itu seolah dicemari dengan hadirnya peta RRC yang secara sepihak kembali mengakui sebagian ZEE dari beberapa negara-negara anggota ASEAN sebagai milik China, dan oleh tindakan provokatif kapal-kapal penjaga pantai China terhadap otoritas Filipina di perairan yang menjadi ZEE mereka,” tutur Johanes.

Ia juga mengingatkan bahwa selain menimbulkan gangguan kepada beberapa negara anggota ASEAN lain, kapal-kapal penjaga pantai China juga berlayar memasuki sebagian ZEE Indonesia di perairan dekat Kepulauan Natuna.

“Di tahun 2023, hal ini terjadi sekitar 1 tahun yang lalu, tepatnya di bulan Januari,” demikian menurut keterangan Johanes.

Dalam pandangannya, sikap RRC yang menganggap sebagian dari ZEE Indonesia di perairan Laut Natuna Utara sebagai milik RRC, yang ditandai oleh salah satu garis putus-putus yang ditarik secara sepihak oleh negara itu, merupakan sikap yang patut disayangkan.

Menurutnya, pengakuan wilayah secara sepihak oleh RRC itu perlu terus menerus disikapi dengan tegas oleh Indonesia dan negara-negara ASEAN lain.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI