Suara.com - Profil tiga pejuang demokrasi Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari disorot setelah ketiganya tampil memukau di film Dirty Vote besutan Watchdoc Indonesia, sebuah rumah produksi film dokumenter.
Tiga orang tersebut memaparkan data secara gamblang bagaimana orang – orang di balik tiga pasangan capres – cawapres melakukan berbagai cara untuk memenangkan pasangan yang mereka dukung, termasuk memanfaatkan jabatan sebagai menteri dan memobilisasi alat – alat milik negara seperti kepala desa dan pj kepala daerah.
Meski Anies – Muhaimin, Prabowo – Gibran, dan Ganjar – Mahfud ketiganya sama – sama disorot melakukan kampanye terselubung, namun porsi Prabowo – Gibran lah yang paling mendominasi. Baik Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari mengamini hal ini, misalnya ketika Prabowo menggunakan kesempatan berbicara dalam jabatannya sebagai Menteri Pertahanan untuk berkampanye.
Profil Bivitri Susanti
Nama Bivitri Susanti sebagai kritikus perhelatan pesta demokrasi lima tahunan 2024 disorot setelah dirinya dengan tegas menolak tawaran KPU untuk menjadi panelis dalam debat capres 12 Desember 2023 lalu. Dia menyebutkan alasan personal penolakan tersebut yakni format debat yang dinilai kurang bermanfaat.
Melansir jentara.ac.id, sehari – hari Bivitri Susanti merupakan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. Ia pernah menjadi menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government pada 2013-2014, visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance pada 2016, dan visiting professor di University of Tokyo, Jepang pada 2018.
Bivitri adalah penerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada 2018.
Bivitri Susanti memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1999. Pada Juli 1998, bersama beberapa senior dan rekannya, ia mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Bivitri kemudian melanjutkan pendidikannya dan meraih gelar Master of Laws di Universitas Warwick, Inggris, pada 2002, dengan predikat “with distinction”, dengan beasiswa The British Chevening Award. Kemudian ia melanjutkan studi ke jenjang doktoral di University of Washington School of Law, Amerika Serikat, yang saat ini masih dalam tahap penyelesaian.
Profil Zaenal Arifin Mochtar
Baca Juga: Airlangga: Namanya juga Black Movie, Film Dirty Vote Gak Perlu Dikomentarin!
Saat ini Zainal aktif sebagai dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia merupakan lulusan S-1 Ilmu Hukum UGM pada 2003. Melanjutkan jenjang S-2 di Universitas Northwestern, Chicago, Amerika Serikat, meraih gelar Master of Law pada 2006.