“Karena gross split, terasa betul KKKS tidak bisa bergerak melaksanakan aktivitas. Oleh karena itu, mereka mengajukan perubahan ke cost recovery,” kata Dwi.
Terkait perubahan kontrak, pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto juga sependapat. Mengambil contoh Blok Rokan, sebelumnya Pri menilai bahwa rencana perubahan skema kontrak bagi hasil dari gross split menjadi cost recovery untuk Blok Rokan cukup beralasan.
Menurut Pri, skema kontrak gross split bakal memberatkan Pertamina Hulu Rokan untuk melanjutkan investasi besar-besaran di blok tersebut.
“Sebenarnya memang tidak pernah cocok gross split untuk lapangan yang masih butuh pengembangan berisiko dan kapital besar,” jelas Pri.
Pri menambahkan, rencana investasi dan pengembangan Pertamina untuk Blok Rokan saat ini masih relatif berisiko tinggi. Di sisi lain, imbuhnya, Pertamina mesti menganggarkan kebutuhan investasi yang intensif untuk menahan penurunan lifting minyak dari blok tersebut.