Pengembangan Proyek Gas Berpotensi Hambat RI Penuhi Komitmen Perubahan Iklim

Achmad Fauzi Suara.Com
Jum'at, 14 Maret 2025 | 16:52 WIB
Pengembangan Proyek Gas Berpotensi Hambat RI Penuhi Komitmen Perubahan Iklim
Proyek LNG (pgnlng.co.id)

Suara.com - Indonesia memiliki cadangan gas yang besar dengan kebutuhan biaya pengembangan infrastruktur mencapai USD32,42 miliar.

Akan tetapi, laporan terbaru dari debtWATCH dan Trend Asia menemukan bahwa pengembangan proyek gas mampu menghambat Indonesia memenuhi komitmen Perjanjian Paris.

Pasalnya, emisi dari penggunaan gas, khususnya metana memiliki dampak signifikan pada kerusakan iklim, menghambat upaya Indonesia bertransisi ke sumber energi terbarukan yang lebih bersih, dan terus mendorong ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Pembiayaan proyek gas melibatkan lembaga keuangan layaknya Multilateral Development Banks (MDBs) seperti Asian Development Bank (ADB), Asia Infrastructure International Bank (AIIB), dan World Bank Group.

Meski demikian, sokongan tersebut mencerminkan ambiguitas pemenuhan komitmen iklim bank-bank tersebut. Pasalnya, mereka telah mengeluarkan kebijakan daftar pengecualian pendanaan untuk energi kotor, termasuk gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG).

"Kami melihat pendanaan LNG adalah bagian dari strategi global yang menunda transisi energi sejati dan mempertahankan kontrol korporasi terhadap sumber daya alam Indonesia. Dengan ekspansi LNG, Indonesia diarahkan untuk tetap menjadi eksportir gas bagi negara maju, bukan untuk memenuhi kebutuhan energi domestik. Ini bukan kedaulatan energi, tetapi eksploitasi ekonomi yang dikemas dalam retorika transisi energi," ujar debtWatch Indonesia, Diana Gultom seperti dikutip, Jumat (14/3/2025).

Pemerintah mencanangkan pengintegrasian gas sebagai bagian transisi energi dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang pemanfaatannya dalam bauran energi primer akan terus meningkat hingga 2060.

"Dalam forum internasional pemerintah memoles citra dengan menyatakan akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, namun dalam kebijakan nasional pemerintah justru memasukkan gas dalam kerangka kebijakan transisi energi sebagai ‘jembatan transisi’ yang akan membawa kita semakin jauh dari target pencapaian penurunan emisi," kata juru kampanye energi fosil Trend Asia, Novita.

Hal tersebut berpotensi mencekal upaya dekarbonisasi dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Apalagi, emisi metana dari pembakaran bahan bakar fosil bertanggung jawab sekitar 30 persen atas naiknya temperatur global sejak revolusi industri.

Baca Juga: PGN Kebut Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi untuk Swasembada Energi

SKK Migas mencatat Indonesia memiliki cadangan gas terbukti sebesar 54,76 Trilliun Standard Cubic Feet (TSCF).

Laporan bertajuk “Investasi LNG Indonesia, Jalan Mundur Komitmen Iklim” mencatat ada 18 proyek gas dengan berbagai tahapan operasional yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua serta beberapa proyek PLTG.

Adapun, berikut beberapa proyek gas LNG dengan estimasi investasinya, Proyek Tangguh LNG di Teluk Bintuni, Papua Barat yang dioperasikan oleh British Petroleum (BP) Indonesia menerima investasi dari ADB, JBIC, dan IFC dengan estimasi investasi sekitar 8 miliar USD.

Kemudian, Bontang LNG di Kalimantan Timur, dioperasikan oleh Pertamina, menerima dana dari ADB, HSBC dengan estimasi investasi 4 miliar USD. Proyek ini merupakan salah satu fasilitas pengolahan LNG terbesar di dunia.

Serta, proyek LNG Abadi (Blok Masela) di Laut Arafura, Maluku oleh Inpex Corporation memiliki estimasi investasi 19,8 miliar USD dari JBIC dan KEXIM. Proyek ini masih dalam tahap perencanaan dan perizinan. Blok Masela merupakah salah satu proyek gas alam terbesar di Indonesia dengan fasilitas LNG darat.

"Jika pemerintah masih membuka ruang untuk terus mengeksploitasi gas maka trajektori pelepasan emisi akan semakin melonjak hingga dekade mendatang. Selain itu akan menyisakan sedikit ruang energi terbarukan berkembang," kata Novita.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI