Trump Bikin Pasar Saham Ambyar! Sikap Investor Bisa Jadi Faktor Kunci Penguatan IHSG

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 08 April 2025 | 10:16 WIB
Trump Bikin Pasar Saham Ambyar! Sikap Investor Bisa Jadi Faktor Kunci Penguatan IHSG
Pengunjung melintas dibawah layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (18/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk, Reza Priyambada, menyerukan ketenangan bagi investor dalam menyikapi gejolak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di perdagangan Selasa (9/4/2025) setelah libur panjang Lebaran. Ia mengingatkan agar pelaku pasar tidak terjebak dalam reaksi berlebihan meskipun indeks terkoreksi tajam di awal sesi.

"Jangan bereaksi panik berlebihan. Fluktuasi pasar terjadi karena persepsi kolektif pelaku pasar dalam menilai sentimen yang ada. Naik-turunnya IHSG dan saham-sahamnya ditentukan oleh tindakan investor, bukan semata-mata oleh sentimen negatif," jelas Reza dalam keterangan resminya di Jakarta, dikutip via Antara pada Selasa (8/4/2025).

IHSG Tertekan Kebijakan Donald Trump

Pembukaan perdagangan hari ini mencatat pelemahan signifikan IHSG, yang turun 596,33 poin (9,16%) ke level 5.914,28. Indeks LQ45—kelompok 45 saham unggulan—juga anjlok 92,61 poin (11,25%) ke 651,90. Koreksi ini terjadi menyusul tekanan global akibat kebijakan tarif resiprokal (timbal balik) AS yang digagas Presiden Donald Trump.

Kebijakan kontroversial Trump tersebut, yang akan memberlakukan tarif impor hingga 50% terhadap China mulai 9 April 2025, telah memicu ketidakstabilan di pasar keuangan dunia. Langkah ini merupakan respons terhadap kenaikan tarif balasan China sebesar 34%, yang dinilai Trump sebagai "tindakan tidak adil". Namun, banyak ekonom mengkritik kebijakan ini karena berpotensi memicu perang dagang skala penuh dan merusak pemulihan ekonomi global.

Reza menekankan bahwa tidak semua sentimen negatif global berdampak langsung pada fundamental emiten domestik. Ia menyarankan investor ritel untuk lebih selektif dan tidak terburu-buru mengambil keputusan emosional.

"Bagi yang masih ragu, instrumen berisiko rendah seperti reksa dana pasar uang atau obligasi bisa menjadi alternatif sementara waktu," tambahnya.

Analis memprediksi volatilitas akan terus berlanjut seiring ketegangan AS-China. Namun, beberapa saham dengan fundamental kuat diperkirakan mampu bertahan dan bahkan menjadi peluang buy on weakness. Investor disarankan untuk:

  • Fokus pada emiten dengan kinerja kuartalan solid – terutama di sektor konsumsi, perbankan, dan komoditas yang relatif lebih tahan gejolak.
  • Memantau perkembangan kebijakan perdagangan – termasuk respons Bank Sentral AS (The Fed) dan otoritas Indonesia dalam menstabilkan pasar.
  • Memanfaatkan diversifikasi portofolio – mengurangi eksposur berlebihan ke saham yang sangat terdampak tarif, seperti manufaktur dan ekspor.

Kebijakan tarif Trump menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk pelaku bisnis AS yang khawatir akan dampak jangka panjang terhadap rantai pasok dan inflasi. Beberapa analis bahkan menyebut langkah ini sebagai "bumerang" yang justru bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi AS sendiri.

Baca Juga: Perang Dagang Memanas Gegara Trump! Bursa Asia Runtuh, IHSG Ikut Tertekan?

Sementara itu, otoritas China telah menyatakan siap mengambil tindakan lebih lanjut jika tarif Trump benar-benar diterapkan, termasuk pembatasan ekspor langka bumi dan produk teknologi strategis.

“Bagi yang belum mau ikut, gak apa-apa wait and see dulu dan bisa sementara masuk ke instrumen fixed income maupun reksa dana pasar uang. Namun, tetap optimis kita semua bisa melalui badai ini dengan baik. Bukan malah membuat pelaku pasar lainnya tambah panik,” tuturnya.

Dengan kondisi global yang tengah bergejolak, pelaku pasar lokal diharapkan mampu menjaga optimisme dan berkontribusi dalam menjaga stabilitas pasar.

“Sebagai pelaku pasar yang masih cinta dengan IHSG, mari kita angkat IHSG demi kebaikan portofolio bersama,” ujarnya.

Ia juga menyoroti adanya kemungkinan segelintir pihak yang justru berharap IHSG jatuh dalam guna memanfaatkan momentum untuk masuk ke pasar di harga murah.

“Apakah memang banyak yang berharap akan terjadi demikian? Di tengah kondisi kusut seperti ini, kenapa banyak yang berharap terjadinya ARB (auto rejection bawah) dan halt trading, alih-alih memberikan harapan dan optimisme ke para pelaku pasar? Atau memang ada oknum pelaku pasar yang benar-benar berharap terjadinya ARB sehingga bisa ‘serok’ harga lebih rendah lagi,” kata dia.

Pasar saham Indonesia diperkirakan masih akan bergerak volatil dalam beberapa hari ke depan. Namun, Reza mengingatkan bahwa koreksi bisa menjadi kesempatan bagi investor jangka panjang untuk masuk dengan harga lebih menarik—asal didukung analisis mendalam dan manajemen risiko yang baik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI