Langkah kedua yang dianggap krusial adalah upaya re-negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat. Said Iqbal menekankan bahwa pemerintah harus proaktif mencari solusi diplomatik untuk mengurangi dampak tarif impor terhadap produk-produk Indonesia. Salah satu opsi yang ia ajukan adalah mempertimbangkan penggantian bahan baku produksi dengan produk dari AS, seperti kapas untuk industri tekstil. Ia meyakini bahwa langkah ini dapat membuka peluang untuk mendapatkan pengurangan tarif dari pihak AS sebagai timbal balik.
"Pemerintah harus berani mengambil inisiatif untuk melakukan re-negosiasi. Memanfaatkan potensi bahan baku dari AS sebagai daya tawar bisa menjadi salah satu strategi yang efektif. Ini adalah langkah proaktif untuk melindungi kepentingan industri dan pekerja di Indonesia," katanya.
Lebih lanjut, Said Iqbal juga memberikan peringatan keras terkait potensi Indonesia menjadi sasaran empuk perpindahan pasar dari negara-negara lain yang juga terdampak kebijakan tarif impor AS. Ia khawatir bahwa negara-negara tersebut akan berusaha untuk mengalihkan produk mereka ke pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah, yang pada akhirnya akan mengancam keberlangsungan industri dalam negeri dan memicu PHK lebih lanjut.
Untuk mencegah hal ini terjadi, Said Iqbal mendesak pemerintah untuk segera mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2023. Ia menilai bahwa Permendag tersebut justru membuka lebar pintu impor dan melemahkan daya saing produk lokal.
"Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 Tahun 2023 harus segera dicabut dalam waktu dekat. Kebijakan ini justru kontraproduktif dengan upaya melindungi pasar dalam negeri. Jika tidak dicabut, impor akan makin tak terkendali, produk impor dijual dengan harga murah, dan pasar dalam negeri akan semakin terancam. Pada akhirnya, hal ini hanya akan memperburuk gelombang PHK yang sudah ada," imbuhnya dengan nada tegas.
Said Iqbal menekankan bahwa pemerintah harus memiliki visi dan langkah-langkah yang jelas dan tegas dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. Perlindungan terhadap industri dalam negeri dan nasib jutaan pekerja Indonesia harus menjadi prioritas utama. Kegagalan dalam mengantisipasi dan mengatasi ancaman gelombang PHK kedua ini akan membawa konsekuensi sosial dan ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia.
KSPI dan Partai Buruh berjanji akan terus mengawal isu ini dan melakukan berbagai upaya untuk melindungi hak-hak pekerja serta mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan nyata dan efektif. Mereka juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi buruh lainnya, pengusaha yang bertanggung jawab, dan para pemangku kepentingan lainnya, untuk bersama-sama menyuarakan keprihatinan dan mendorong pemerintah untuk bertindak demi kepentingan bangsa dan negara. Ancaman gelombang PHK jilid II ini adalah alarm bagi Indonesia untuk segera berbenah dan mengambil langkah-langkah strategis dalam menghadapi gejolak ekonomi global.