Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya menguat pada pembukaan perdagangan Kamis (10/4/2025). IHSG dibuka menguat di level 6.270.
Mengutip data RTI Business, hingga pukul 09.09 WIB IHSG terus melanjutkan penguatannya sebesar 4,4 persen atau naik 264,1 menuju level 6.326
Pada waktu itu, sebanyak 3,22 miliar a saham diperdagangkan dengan nilai transaksi sebesar Rp2,96 triliun, serta frekuensi sebanyak 139,13 ribu kali.
Dalam perdagangan di waktu itu, sebanyak 439 saham bergerak naik, sedangkan 52 saham mengalami penurunan, dan 97 saham tidak mengalami pergerakan.
Diproyeksikan Rebound
IHSG diproyeksikan bakal rebound dari keterpurukan selama dua hari kebelakang. Hal ini menyusul redanya sentimen perang dagang.
Head of Retail Research BNI Sekuritas, Fanny Suherman menjelaskan, rebound IHSG ini akan mengikuti bursa saham Amerika serikat yang melemah.
Dia memproyeksikan, pergerakan IHSG akan berada di rentang support antara 5.850-5.900 dan level resistance antara 6.100-6.200.
"IHSG hari ini berpotensi rebound mengikuti pergerakan bursa US karena melemahnya tensi perang dagang setelah Presiden Trump menunda pengenaan tarif 90 hari, kecuali untuk China," ujar Fanny dalam risetnya yang dikutip, Kamis (10/4/2025).
Baca Juga: IHSG Naik 5,07 Persen Pasca Penundaan Tarif Trump, Rupiah Turut Menguat!
Senada dengan Fanny, Analis Phitranco Sekuritas, Valdy K juga menyebut, IHSG berpeluang rebound, mencoba menutup sebagian gap ke kisaran 6.160-6.270 di Kamis (10/4).
"Jika euforia cukup besar, penguatan IHSG dapat berlanjut sampai dengan kisaran 6.450-6.500," kata dia.
Menurut Valdy, kebijakan penundaan implementasi sebagian tarif resiprokal milik Presiden AS Donald Trump memberikan waktu yang lebih lama bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi dengan Pemerintah AS.
Secara global, kebijakan tersebut juga meredam potensi bertambahnya daftar negara yang melakukan aksi balasan. Kondisi ini akan meredam potensi praktik dumping, khususnya kawasan ASEAN, termasuk ke Indonesia.
"Pasalnya, tarif resiprokal berpotensi memicu oversupply pada sejumlah produk di negara-negara Asia Tenggara. Kondisi ini berpotensi memaksa penerapan tarif impor atau bea masuk atau kebijakan hambatan impor non-tarif baru diantara negara-negara Asia Tenggara," kata Valdy.
Sebelum negosiasi dimulai, lanjut dia, pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya. Pertama, merubah kebijakan TKDN.