Suara.com - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan pasar surat utang korporasi masih akan cukup solid pada 2025 di tengah gejolak ekonomi dunia.
Penerbitan baru surat utang pada tahun ini diperkirakan berkisar Rp139,29-Rp155,43 triliun dengan titik tengah Rp143,91 triliun.
"Kami masih belum mengubah proyeksi tersebut. Memang kalau kita lihat, realisasi di kuartal pertama ini cukup baik penerbitannya, bahkan bisa dibilang sangat baik karena tumbuhnya signifikan sekali dari yang sebelumnya hanya Rp26,35 triliun tumbuh menjadi Rp46,75 triliun atau kenaikannya sekitar 77,4 persen secara year on year," ujar Ekonom atau Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto dalam konferensi pers yang diadakan secara virtual dikutip Antara, Selasa (15/4/2025).
Dalam kesempatan tersebut, dia memaparkan sejumlah peluang dan tantangan terkait penerbitan surat korporasi pada tahun 2025.
Pertama, kebutuhan refinancing diperkirakan masih tinggi seiring nilai surat utang jatuh tempo yang masih besar yakni Rp161,22 triliun, usai tingginya penerbitan bertenor pendek di 2024.
Pada tahun lalu, cukup banyak tenor pendek yang diminati, mulai dari tenor tiga dan satu tahun. Karena banyak tenor satu tahun, maka surat utang akan jatuh tempo dan kemungkinan akan dilakukan refinancing, sejalan dengan strategi korporasi dalam menghadapi kondisi ketidakpastian dan suku bunga tinggi yang masih terus berlangsung.
"Dengan merebutkan surat utang jangka pendek atau yang biasanya bertenor satu tahun tersebut, mereka mengharapkan ketika mereka surat utangnya jatuh tempo di tahun ini, dengan adanya prospek pelonggaran moneter yang lebih jauh di tahun ini, mereka bisa me-refinancing surat utang tersebut dengan yang kuponnya lebih rendah," kata dia.
Kedua, aktivitas sektor riil masih solid dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di kisaran rata-rata secara historis yang relatif kondusif mendukung dunia usaha. Ekonomi domestik dianggap bisa menjaga struktur ekonomi Indonesia yang cenderung ditopang sisi konsumsi dan investasi.
Kemudian, pelonggaran kebijakan moneter diperkirakan masih berlanjut, sejalan dengan ruang penurunan suku bunga yang terbuka. Bank Indonesia (BI) disebut sedang mencermati momen yang tepat untuk melonggarkan moneter lebih lanjut. Dalam hal ini, Pefindo memperkirakan masih akan ada prospek kebijakan moneter lebih longgar lagi.
Baca Juga: Sejumlah Hakim Ditangkap Kejagung Gegara Kasus Suap, DPR Minta Mahkamah Agung Berbenah
Peluang keempat adalah perusahaan akan lebih cenderung mencari pendanaan di dalam negeri di tengah kondisi volatilitas nilai tukar dan suku bunga global yang masih tinggi. Dengan kondisi tersebut, ucap dia, terdapat pergeseran perilaku korporasi yang sebelumnya mencari pendanaan ke luar negeri menjadi ke dalam negeri. Hal ini menimbang pasar dalam negeri relatif menguntungkan (favorable) dibandingkan luar negeri yang mahal (costly).