Industri Tembakau Kini Tengah Hadapi Tantangan Kampanye Anti-Rokok

Achmad Fauzi Suara.Com
Kamis, 17 April 2025 | 16:32 WIB
Industri Tembakau Kini Tengah Hadapi Tantangan Kampanye Anti-Rokok
Ilustrasi bagi hasil cukai hasil tembakau. (Dok: Bea Cukai)

Hal ini setelah, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI, Benget Saragih, mengungkapkan bahwa Kemenkes sedang menyiapkan draft peraturan baru selain Rancangan Permenkes, yaitu Rancangan Perpres.

Dalam rancangan Perpres lebih mendetailkan cara Kementerian Perdagangan mengawasi pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

"Untuk itu kita membutuhkan aturan turunan. Kemenkes sedang menyiapkan Perpres yang diharmonisasi dengan K/L. Jadi nanti Kementerian Perdagangan mengatur tentang penjualan 200 meter, artinya harus ada mekanismenya," ujar Benget beberapa waktu lalu, seperti

Rancangan Perpres ini disinyalir akan menjadi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang sebelumnya telah mengatur zonasi penjualan dan iklan produk tembakau.

Namun, kehadiran Rancangan Perpres ini justru menimbulkan kekhawatiran baru, terutama bagi sektor ritel yang sudah tertekan dengan aturan zonasi dan wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo), Anang Zunaedi, menyatakan bahwa Rancangan Perpres ini berpotensi memberatkan pelaku usaha.

"Banyak toko yang sudah berdiri sebelum adanya fasilitas pendidikan atau tempat bermain. Kalau dipaksakan, ini akan sangat memberatkan," beber dia.

Anang juga mengkhawatirkan dampak ekonomi yang lebih luas. Pasalnya, penjualan rokok menyumbang sekitar 40 persen omzet pelaku UMKM. Jika dilarang, kebijakan ini bisa mematikan usaha kecil. Ia menilai kebijakan ini tidak adil dan rancu dalam penerapannya.

Sementara itu, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun Atmo, menyatakan bahwa dirinya belum mendengar tentang Rancangan Perpres tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak perlu diterapkan.

Baca Juga: 241 Pekerja SKT Sampoerna Dapat BLT Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

"PP 28/2024 saja sudah kontroversial dan banyak ditentang. Apalagi jika ada Perpres baru, ini pasti akan menimbulkan polemik lebih besar," jelas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI