"Penilaian kekayaan intelektual yang tepat tidak hanya membuka peluang pembiayaan baru, tetapi juga memungkinkan akses yang lebih adil dan transparan terhadap modal untuk bisnis yang inovatif,” kata Budi.
Tema ketiga menekankan tanggung jawab etis dalam penilaian, khususnya dalam konteks Penilaian Tanah yang Tidak Terdaftar dan Pengadaan Tanah. Tema ini menggabungkan penilaian dampak sosial dan memastikan bahwa praktik pengadaan tanah tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, kewajaran, dan transparansi. Penilai memainkan peran penting dalam menjembatani kepentingan pemerintah, bisnis dan masyarakat yang terdampak.
Dalam sesi konferensi, Ketua Dewan Pembina IVSC, Lim Hwee Hwa, menegaskan bahwa investasi pada kualitas SDM adalah hal esensial. “Teknologi hanyalah alat bantu. Penilai tetap harus memiliki pengetahuan mendalam, integritas tinggi, dan komitmen terhadap standar internasional yang kuat. Tanpa itu, kepercayaan publik tidak akan terbentuk,” tegas Lim.
Senada dengan itu, Ketua IIVC Komite Asia, Rd. Mohammad Marty Muliana Natalegawa, menyebut bahwa penilaian yang dilakukan oleh SDM yang kompeten sangat berperan dalam perumusan kebijakan publik. "Penilai mendukung sistem perpajakan, kebijakan pemerintah, bahkan integritas pasar keuangan. Ini adalah pekerjaan yang bukan hanya teknis, tapi juga strategis," ungkapnya.
Konferensi ini diikuti oleh lebih dari 300 peserta, termasuk para penilai profesional dari dalam dan luar negeri, serta menghadirkan 30 pembicara internasional dari negara-negara seperti China, India, Singapura, Korea, dan Prancis. Dengan kolaborasi internasional dan peningkatan SDM secara berkelanjutan, Indonesia diharapkan mampu menciptakan ekosistem penilaian yang profesional, berdaya saing, dan berintegritas tinggi.