Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan literasi edukasi mengenai sektor jasa keuangan. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak terjebak dari investasi bodong, pinjaman online (pinjol) tidak resmi hingga judi online.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Frederica Widyasari Dewi mengatakan banyak pinjol ilegal yang meresahkan masyarakat Indonesia. Apalagi, bunga pinjol dan proses penagihan tidak sesuai dengan aturan OJK.
"Nah yang banyak menyesarakan itu adalah yang ilegal. Karena dengan mereka ilegal, tidak di bawah pengawasan OJK tidak mematuhi peraturan OJK, mereka mengenakan bunga yang semaunya mereka, bunga berbunganya semua mereka, mudah penagihan yang semaunya mereka yang mempermalukan, yang menyusahkan yang sampai banyak orang akhirnya frustasi," kata Frederica di Gedung BPS, Jakarta, Jumat (2/5/2025)
Dia mengatakan banyak juga yang menggunakan pinjol legal. Hal ini dikarenakan penawaran pinjol ilegal ini bikin masyarakat tergiur untuk menggunakannya.
" Walaupun itu sudah diawasi tetapi kalau penggunaannya tidak bijaksama misalnya untuk konsumtif, kemarin ada data terbaru juga misalnya segmen apa sih yang banyak menggunakan Pindar ini," katanya.
Dia menambahkan bahwa yang menjadi masalah ada sifat konsumtif masyarakat membuat mereka memilih menggunakan pinjol. Apalagi, pinjaman yang dipilih ini ternyata tidak sesuai dengan limit keuangan yang dimiliki masyarakat membuat utang meningkat.
"Tapi kebanyakan adalah yang kemudian menjadi masalah walaupun mereka sudah pakai Pindar yang legal yang di AOC-OJK, tetapi penggunanya tidak bijaksama akhirnya menjadikan orang over-indebtness. Over-indebtness itu bahasa keren, bahasa sebenarnya itu adalah kebanyakan utang," jelasnya.
Menurut, penggunaan pinjol yang tidak bijak juga dialami oleh beberapa negara. Apalagi, kecanggihan teknologi membuat masyarakt mudah mendapatkan uang dari pinjaman secara cepat.
"Over-indebtness yang menjadi problem masyarakat di berbagai negara. Jadi tidak cuma di Indonesia saja, kalau kita para regulator itu bertemu yang menjadi permasalahan utama masyarakat kita terkait keuangan itu adalah over-indebtness. Jadi memang banyak orang karena akses kepada keuangan itu semakin mudah," tandasnya.
Baca Juga: Industri Tekstil Berdarah-darah, Bank Diminta Hati-hati Beri Kredit
Sementara itu, OJK dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan hasil Survei Nasional Literasidan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang menunjukkan kenaikanindeks literasi keuangan mencapai 66,46 persen dan indeks inklusikeuangan 80,51 persen.
Hasil SNLIK 2025 ini meningkat dibandingSNLIK 2024 yang menunjukkan indeks literasi keuangan 65,43 persen dan indeks inklusi keuangan 75,02 persen.
OJK dan BPS kembali menyelenggarakan Survei Nasional Literasidan Inklusi Keuangan (SNLIK) untuk mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia sebagai landasan program peningkatan literasi dan inklusi keuangan ke depan. SNLIK Tahun 2025 merupakan hasil kerja sama antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk yang kedua kali, setelah SNLIK Tahun 2024.
Kerja sama dimaksud untuk mendapatkan gambaran kondisi literasidan inklusi keuangan Indonesia dari dua sudut pandang yaitudengan mempertimbangkan evaluasi pada pelaksanaan SNLIK sebelumnya dan kebutuhan data pemerintah melalui Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang lebih komprehensif.
Penghitungan SNLIK Tahun 2025 dilakukan menggunakan dua metode. Metode pertama, disebut sebagai Metode Keberlanjutan, adalah metode perhitungan yang dilakukan dengan cakupansembilan sektor jasa keuangan (Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Lembaga Pembiayaan, Dana Pensiun, Pergadaian, Lembaga Keuangan Mikro, Fintech Lending (Pindar), PT Permodalan Nasional Madani) dan Penyelenggara SistemPembayaran (PSP) sebagaimana cakupan pada SNLIK Tahun 2024 sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan program literasi dan inklusi keuangan OJK.
Sementara itu, metode kedua, disebut sebagai Metode CakupanDNKI, adalah metode penghitungan yang memperluas cakupansektor keuangan dengan penambahan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan sertaLembaga Jasa Keuangan Lain (Koperasi Simpan Pinjam(KSP)/Penyelenggara Perdagangan Aset Kripto/PT Pos Indonesia/Lembaga Penjaminan/dan lain-lain).