Suara.com - Kontribusi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau begitu besar saat ini. Namun, kontribusi tersebut bisa terancam berkurang dari adanya eraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, aturan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Maka dari itu, permintaan pembatalan pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, aturan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, semakin banyak digaungkan. Salah satu suara kuat datang dari Jawa Timur, provinsi dengan kontribusi terbesar terhadap penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau (CHT).
Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jatim I, Untung Basuki, menekankan bahwa industri hasil tembakau (IHT) di wilayahnya bukan hanya strategis dari sisi ekonomi, tetapi juga menjadi denyut nadi bagi penyerapan tenaga kerja dan stabilitas sosial masyarakat.
Oleh karena itu, pembatalan pasal tembakau dalam PP 28/2024 dinilai perlu menjadi perhatian khusus. "Industri hasil tembakau memiliki porsi yang sangat besar bagi Jawa Timur," ujar Untung seperti dikutip, Minggu (11/5/2025).
Data menunjukkan bahwa target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025 mencapai Rp230,09 triliun dari total target penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp301,6 triliun.
Dari jumlah tersebut, Jawa Timur ditargetkan menyumbang 60,18 persen, menjadikannya sebagai wilayah dengan kontribusi terbesar secara nasional. Selain itu, Jawa Timur juga memiliki 977 perusahaan tembakau yang tersebar di hampir seluruh kabupaten dan kota, mencerminkan tingginya tingkat keterlibatan ekonomi daerah terhadap sektor pertembakauan nasional.
Selain berdampak pada penerimaan negara, keberadaan IHT juga berkaitan erat dengan sektor tenaga kerja, terutama bagi para pelinting sigaret kretek tangan (SKT). Sektor ini merupakan sektor padat karya dan menjadi tumpuan hidup bagi ribuan pekerja perempuan di berbagai pabrik tembakau.
"Kalau bapak-Ibu lihat itu di pabrik-pabrik yang SKT begitu keluar kalau sore, itu sebagian besar pekerjanya adalah ibu-ibu semua, jumlahnya tidak lagi ratusan, tapi sudah ribuan," imbuh Untung.
Untung juga menyoroti pentingnya pendekatan terintegrasi dalam menyusun peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau, yang mencakup aspek kesehatan, ekonomi, hingga penegakan hukum.
Baca Juga: Pekerja Rokok dan Mamin Ungkap Bisnis IHT Setelah Ada Kebijakan Baru
Ia menegaskan bahwa kebijakan yang terlalu menitikberatkan pada sisi kesehatan tanpa memperhatikan dampak ekonomi dan sosial akan menimbulkan ketimpangan. "Kita bicara mengenai roadmap industri hasil tembakau, yang harus terintegrasi," beber dia.