Menurut dia, kecanggihan sistem pembayaran digital juga telah memberikan dampak positif dengan memudahkan masyarakat bertransaksi dimanapun dan kapanpun, misalnya saat pembayaran pada platform e-commerce.
“Transaksi yang positif juga lebih banyak. Jadi jangan salahkan dari teknologi yang ada.” ujar Nailul.
Nailul menilai motif dari masyarakat bermain judi online, diantaranya untuk mendapatkan dana tambahan dengan mudah dan cepat di tengah tekanan ekonomi kelas menengah ke bawah.
“Yang kita lihat motif dari orang bermain judi online adalah mendapatkan uang dengan cara yang mudah dan cepat. Tanpa ada alat yang terlampau mahal, proses mudah, ya pasti akan dilirik oleh masyarakat yang membutuhkan tambahan pendapatan,”ujar Nailul.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melaporkan telah mengajukan pemblokiran terhadap 14.478 rekening bank dan 2.188 akun e-wallet yang terindikasi digunakan dalam aktivitas judi online kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Periode 20 Oktober 2024 sampai 7 Mei 2025, Komdigi telah menangani 1.385.420 konten bermuatan judi online, yang mayoritas berasal dari situs dan alamat IP dengan total 1.248.405 konten.
Sisanya ditemukan pada platform digital seperti Facebook dan Instagram (58.585 konten), layanan file sharing (48.370), Google termasuk YouTube (18.534), X/Twitter (10.086), TikTok (550), Telegram (880), dan sejumlah platform lainnya (10 konten).
Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat transaksi judi online turun lebih dari 80 persen year on year (yoy) pada kuartal I-2025, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Perputaran dana dari transaksi judi online yang sebelumnya mencapai Rp90 triliun pada kuartal I- 2024, telah menyusut menjadi Rp47 triliun pada kuartal I-2025.
Baca Juga: Pengguna QRIS Capai 56,3 Juta Merchant, Transaksi Tembus hingga 2,6 Miliar