Dalam rapat itu, Galih mendorong pemerintah untuk mencari sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang baru. Ia menilai, negara tak bisa terus bergantung pada pendapatan dari sektor sumber daya alam.
Galih mencontohkan langkah Uni Emirat Arab yang berencana membangun kasino, meski negara tersebut berbasis Islam. Menurutnya, ini bentuk keberanian berpikir di luar kotak.
"Coba negara Arab jalanin kasino. Itu maksudnya mereka out of the box, lembaga dan kementerian/lembaganya out of the box," ucap Galih.
Ia menjelaskan, negara seperti UEA tengah berupaya lepas dari ketergantungan pada minyak. Salah satunya dengan mengembangkan sektor pariwisata, termasuk melalui kasino. “Dari sumber daya alam ke jasa, khususnya jasa sosial dan wisata,” lanjutnya.
Upaya melegalkan kasino di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Pada Agustus 2024, Ketua Umum HIPMI Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih, pernah mengusulkan pembangunan kasino di Bali.
Namun, usulan itu langsung ditolak Sandiaga Uno, yang saat itu menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Menurut Sandiaga, pembangunan kasino bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, wacana menarik pajak dari judi online juga pernah mengemuka. Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, pada November 2024 mengusulkan agar pemerintah memungut pajak dari judi online. Ia melihat potensi besar dari aktivitas ekonomi bawah tanah ini.
Hal serupa juga pernah disampaikan Budi Arie saat menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika pada September 2023. Ia mengaku mendapat usulan agar judi online dikenai pajak sebagai sumber penerimaan negara.
Padahal, Indonesia sebenarnya pernah melegalkan beberapa jenis perjudian. Contohnya, Porkas (kupon sumbangan olahraga berhadiah), sumbangan dermawan sosial berhadiah (SDSB), dan lotre totalisator atau Lotto.
Baca Juga: Komentar Gubernur Banten Soal Kadin Cilegon Minta Jatah Proyek di Tengah Usaha Tarik Investor
Namun masa keemasan perjudian itu berakhir pada 1993, karena banyak penolakan dari masyarakat dan tokoh agama, termasuk MUI.