Suara.com - Wacana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) menuai gelombang penolakan. Aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini dinilai berpotensi mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau dan menggerus kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza mengatakan, rencana penerapan plain packaging telah dibatalkan.
Seperti dilansir dari akun Instagram Pribadinya, Faisol mengungkapkan hasil diskusinya dengan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono, yang menyepakati pentingnya menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan industri.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap mendukung isu kesehatan, namun juga perlu mempertimbangkan kepentingan industri.
"Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga memahami kepentingan industri, ketika kita sampaikan bahwa janganlah (kemasan rokok) itu diseragamkan, karena industri meminta untuk tidak ada isu yang semakin menekan industri," tulis dia seperti dikutip, Kamis (15/5/2025).
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji menilai regulasi yang terus diperketat justru mengancam nasib petani dan pelaku usaha kecil di sektor tembakau.
Agus juga mengingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi memperparah peredaran rokok ilegal. Dengan kemasan yang seragam, konsumen akan kesulitan membedakan produk legal dan ilegal di pasaran. "Tahun 2023, rokok ilegal yang berhasil ditindak mencapai 253,7 juta batang. Tahun 2024 melonjak jadi 710 juta batang. Kalau plain packaging diterapkan, angka ini bisa makin tinggi," kata dia.
Lebih jauh, Agus menyoroti minimnya pelibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan regulasi. Ia menilai kebijakan yang hanya melibatkan perspektif kesehatan tanpa mendengar suara petani, pelaku industri, dan masyarakat terdampak, berisiko menciptakan ketimpangan kebijakan.
"Selama ini tidak ada keterlibatan pihak terkait di elemen pertembakauan dalam membuat kebijakan. Karena marwah sebuah undang-undang, ataupun aturan, ataupun sebuah peraturan pemerintah yang lainnya, itu paling tidak adanya keterlibatan dari elemen-elemen terkait," imbuh Agus.
Baca Juga: Gasblock Karangrejo Ikut Kembangkan Industri Gula Kelapa Tradisional
Kebijakan Beri Dampak