Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan nada sumringah mengumumkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 akhirnya berbalik arah dan mencatatkan surplus sebesar Rp 4,3 triliun per April 2025.
Pengumuman ini menjadi oase di tengah dahaga setelah APBN harus "berdarah-darah" alias mengalami defisit selama tiga bulan berturut-turut sejak Januari hingga Maret.
Pengumuman yang disambut bak oase di tengah gurun pasir ini disampaikan Sri Mulyani di sela-sela penyampaian keterangan atas kerangka kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) tahun 2026 dalam rapat paripurna DPR RI ke-18 Masa Persidangan III, Selasa (20/5/2025). Kabar ini menjadi angin segar yang berhembus kencang, setelah APBN harus "berdarah-darah" alias mengalami defisit selama tiga bulan berturut-turut sejak Januari hingga Maret.
"Realisasi APBN 2025 setelah mengalami defisit 3 bulan Januari-Maret, pada April mengalami turn around atau perubahan. Bulan April mengalami surplus sebesar Rp 4,3 triliun," kata Sri Mulyani.
Surplus APBN ini menjadi bukti bahwa pendapatan negara berhasil melampaui jumlah pengeluaran atau belanja negara pada bulan April. Sri Mulyani merinci bahwa pendapatan negara tercatat mencapai Rp 810,5 triliun, atau setara dengan 27 persen dari target yang telah ditetapkan. Sementara itu, belanja negara terealisasi sebesar Rp 806,2 triliun, atau 22,3 persen dari pagu yang dianggarkan.
"Hal ini menunjukkan di tengah masa transisi, APBN 2025 tetap mampu berfungsi optimal dalam menunjang pelaksanaan program prioritas pemerintah yang dirasakan oleh rakyat," ujar Sri Mulyani dengan nada bangga, menepis kekhawatiran akan kinerja fiskal di tengah perubahan kepemimpinan nasional.
Lebih lanjut, Sri Mulyani membeberkan indikator fiskal positif lainnya. Keseimbangan primer tercatat surplus fantastis sebesar Rp 173,9 triliun, menunjukkan bahwa pendapatan negara dari aktivitas utama (di luar pembayaran bunga utang) jauh melebihi belanja pokok.
Tak hanya itu, posisi kas negara juga surplus menggiurkan sebesar Rp 283,6 triliun yang berasal dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Alhasil, total kas negara saat ini berada di atas Rp 600 triliun, memberikan bantalan fiskal yang kuat bagi pemerintah.
"APBN tetap akan dijaga menjadi instrumen shock absorber, menjaga stabilitas ekonomi, melindungi masyarakat dan menopang daya beli masyarakat, serta mendorong dunia usaha," pungkas Sri Mulyani, memberikan jaminan bahwa APBN akan terus menjadi tameng pelindung bagi perekonomian nasional di tengah berbagai tantangan global.
Baca Juga: Legalisasi Kasino di Indonesia: Cuan atau Kutukan?
Kabar surplus APBN di bulan April ini tentu menjadi kontras yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kondisi fiskal pada bulan sebelumnya. Pada akhir Maret 2025, defisit APBN diketahui mencapai Rp 104,2 triliun, atau setara dengan 0,43 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Defisit APBN pada bulan Maret tersebut berasal dari pendapatan negara yang baru mencapai Rp 516,1 triliun atau 17,2 persen dari target tahun ini sebesar Rp 3.005,1 triliun, dan belanja negara sebesar Rp 620,3 triliun atau 17,1 persen dari target sebesar Rp 3.621,3 triliun. Perubahan drastis dari defisit ke surplus dalam waktu satu bulan ini tentu menimbulkan decak kagum dan optimisme di berbagai kalangan.
Kabar surplus APBN ini tentu menjadi sinyal positif bagi pemulihan ekonomi Indonesia dan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi pemerintah dalam menjalankan berbagai program pembangunan dan stimulus ekonomi.
Setelah sempat diterpa kekhawatiran defisit berkepanjangan, "kejutan" surplus di bulan April ini diharapkan menjadi awal dari tren positif kinerja fiskal Indonesia di sisa tahun 2025. Para pelaku pasar dan masyarakat pun kini menanti langkah-langkah strategis pemerintah dalam memanfaatkan surplus ini untuk semakin memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.