Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa pelindungan konsumen merupakan prioritas utama dalam pengawasan sektor jasa keuangan, termasuk industri financial technology (fintech) peer-to-peer lending/pinjaman daring (pindar).
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi M. Ismail Riyadi mengatakan akan memanggil Rupiah Cepat buntut dari laporan masyarakat yang tiba-tiba dikirimi uang oleh platform tersebut padahal tidak mengajukan pinjaman.
"Menanggapi informasi yang beredar di media massa dan media sosial mengenai keluhan masyarakat yang menerima dana secara tiba-tiba dari aplikasi milik PT Kredit Utama Fintech Indonesia (Rupiah Cepat) tanpa melakukan pengajuan pinjaman," katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (22/5/2025).
OJK pun memanggil dan meminta klarifikasi dari pihak penyelenggara Rupiah Cepat. Serta Meminta Rupiah Cepat untuk melakukan proses investigasi lanjutan atas dugaan pelanggaran yang terjadi dan melaporkan ke OJK.Lalu, memberikan respons dan tanggapan terhadap pengaduan konsumen sesuai ketentuan.
OJK mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati dalam menerima tawaran pinjaman dari entitas manapun, dan senantiasa menjaga dengan baik kerahasiaan kata sandi (password)/one time password (OTP) perangkat yang digunakan guna menghindari terjadinya penyalahgunaan dari pihak yang tidak bertanggungjawab.
Masyarakat juga diminta segera melaporkan kepada OJK apabila menemukan indikasi pelanggaran melalui kontak OJK 157 atau layanan konsumen melalui WhatsApp di 081-157-157-157 atau Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK).
Sebelumnya, nama Pinjaman online atau pinjol Rupiah Cepat, sebuah platform P2P lending, sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial. Ini bermula dari unggahan seorang warganet di platform X (sebelumnya Twitter) yang mengaku menjadi korban penipuan. Modus yang dilaporkan cukup licik: data pribadi korban disalahgunakan untuk mengajukan pinjaman di Rupiah Cepat.
Setelah dana pinjaman masuk ke rekening korban, oknum yang mengaku sebagai pihak Rupiah Cepat lantas meminta korban mengembalikan uang tersebut, dengan dalih adanya "kesalahan sistem." Merasa curiga, korban pun mendatangi kantor Rupiah Cepat untuk mencari kejelasan.
Adapun, layanan pinjaman online Rupiah Cepat dioperasikan oleh PT Kredit Utama Fintech Indonesia (KUFI). Informasi ini bisa ditemukan di situs resmi Rupiah Cepat dan juga tercatat sebagai perusahaan fintech yang sudah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini berarti Rupiah Cepat bukanlah entitas ilegal, melainkan beroperasi dalam koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
Baca Juga: Bisa Pengaruhi Investor, Presiden Prabowo Diminta Hati-hati Reshuffle Ganti Menteri
Dalam struktur kepemilikan PT KUFI, terdapat dua pemegang saham utama yang teridentifikasi:
-Green Mobile Limited: Perusahaan yang berbasis di Hong Kong ini merupakan pemegang saham mayoritas, menguasai 85 persen saham Rupiah Cepat dengan nilai setara Rp12,75 miliar.
-Yolanda Sunaryo: Sebagai pemegang saham minoritas, Yolanda Sunaryo memiliki 15 persen saham Rupiah Cepat, senilai Rp2,25 miliar.
Yolanda meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Trisakti pada tahun 2013, dan kemudian melanjutkan studi magisternya di Universitas Pelita Harapan, lulus dengan gelar Master of Notary Public pada tahun 2017.
Perjalanan karier Yolanda juga menunjukkan keterlibatannya yang mendalam dalam ekosistem fintech:
Perpindahan peran ini mengindikasikan fokus Rupiah Cepat pada aspek hukum dan kepatuhan, yang sangat krusial dalam industri fintech yang diatur ketat. Kehadiran Yolanda dengan latar belakang hukumnya menunjukkan komitmen perusahaan untuk beroperasi sesuai dengan regulasi yang berlaku.Transparansi kepemilikan dan kepatuhan terhadap regulasi adalah fondasi penting, namun pencegahan penipuan dan perlindungan konsumen memerlukan upaya berkelanjutan dari berbagai pihak. Tentunya OJK pun akan memanggil Rupiah Cepat.