Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pembagian dividen oleh bank-bank BUMN harus mengedepankan aspek transparansi.
Tentunya seluruh pemangku kepentingan di dalam lembaga jasa keuangan (LJK) termasuk pemegang saham harus mengetahuinya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, ada beberapa ketentuan khusus yang mengatur besaran dividen maupun rasio pembayaran dividen (dividend pay-out ratio) untuk lembaga jasa keuangan.
Hal ini berlaku pula untuk lembaga jasa keuangan yang merupakan bagian dari BUMN dan berada di bawah pengawasan OJK.
"Dalam implementasinya pembagian dividen oleh OJK harus menerapkan tata kelola yang baik, termasuk mengedepankan aspek transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan OJK yang di dalamnya juga termasuk pemegang saham," ujarnya dalam video yang diunggah OJK dalam akun Youtube, Selasa (3/6/025).
Kata dia, BUMN yang beroperasi di sektor perbankan dan berstatus sebagai perusahaan publik, terdapat regulasi khusus yang mengatur kebijakan dividen.
Salah satunya, bank diwajibkan memiliki kebijakan dividen yang menjelaskan berbagai aspek, termasuk besaran dividen dan berbagai pertimbangan yang mendasarinya.
"Jika BUMN itu merupakan perusahaan publik berupa bank, maka selain ketentuan di bidang pasar modal terdapat ketentuan yang mengatur bahwa bank wajib memiliki kebijakan dividen, yang mencakup antara lain besaran dividen yang diberikan dan pertimbangan dalam pembagian dividen itu," bebernya.
Dia menambahkan, pembagian dan pertimbangan dividen, lembaga jasa keuangan terutama bank perlu memperhatikan kondisi kinerja keuangannya.
Baca Juga: Ini Alasan OJK Tutup Banyak Rekening yang Tidak Aktif
Salah satunya, pemenuhan ketentuan ekuitas dan penguatan permodalan, rencana pengembangan usaha ke depan, serta upaya untuk meningkatkan daya saing.
Termasuk melalui investasi teknologi informasi (IT) yang membutuhkan belanja modal (capital expenditure/Capex) dalam jumlah besar.
"Hal itu semua merupakan ketentuan dalam POJK No. 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum,” kata Mahendra.
Dia menambahkan, OJK sebenarnya tidak mengatur secara khusus terkait besaran dividen yang akan dibagikan atau dividend pay-out ratio bagi LJK. Hal ini termasuk apabila LJK dimaksud merupakan BUMN.
"Nah, seluruh kebijakan dividen tadi dikomunikasikan kepada pemegang saham terkait dengan perbankan," ungkapnya.
Sementara itu, kinerja intermediasi perbankan stabil dengan profil risiko yang terjaga, dengan kredit tumbuh 8,88 persen yoy di April 2025 (Maret 2025: 9,16 persen) menjadi Rp7.960,94 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi sebesar 15,86 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 8,97 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 4,62 persen yoy.

Ditinjau dari kepemilikan, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 8,82 persen yoy.
Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 12,77 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,60 persen, dengan kredit usaha kecil tumbuh tertinggi sebesar 9,48 persen, di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 4,55 persen yoy (Maret 2025: 4,75 persen yoy) menjadi Rp9.047 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing- masing tumbuh sebesar 6,02 persen, 6,05 persen, dan 2,07 persen yoy.
Likuiditas industri perbankan pada April 2025 tetap memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing 111,32 persen (Maret 2025: 116,05 persen) dan 25,23 persen (Maret 2025: 26,22 persen), masih di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.
Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 200,35 persen. Sedangkan, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,24 persen (Maret 2025: 2,17 persen) dan NPL net 0,83 persen (Maret 2025: 0,80 persen). Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat 9,92 persen (Maret 2025: 9,86 persen).
Sedangkan rasio LaR menurun dibandingkan posisi April 2024 dan masih di bawah level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.
Ketahanan perbankan juga tetap kuat tercermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi sebesar 25,43 persen (Maret 2025: 25,38 persen), menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global.
Tidak hanya itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memaklumi mengebai penurunan bunga bank yang belum turun.
Sebagai gambaran, pada April 2025, suku bunga deposito 1 bulan tercatat 4,83 persen, meningkat dari 4,81 persen pada awal Januari 2025, dengan kecenderungan sejumlah bank menawarkan suku bunga deposito yang lebih tinggi dari yang dipublikasikan.
Tak hanya itu, suku bunga kredit perbankan juga masih relatif tinggi, yaitu tercatat sebesar 9,19 persen pada April 2025, relatif sama dengan 9,20 persen pada awal Januari 2025.
"Ini tergantung pada struktur perdanaan kemudian likuditas bank-nya juga, profil risikonya dan strategi bisnis masing-masing bank,” tandasnya.