Dompet Dhuafa Jembatani Pemerataan Daging Kurban hingga ke Pelosok Negeri

Kamis, 05 Juni 2025 | 13:40 WIB
Dompet Dhuafa Jembatani Pemerataan Daging Kurban hingga ke Pelosok Negeri
Flyer kurban di Dompet Dhuafa. (Dok: Dompet Dhuafa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada perayaan Idul Adha, Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia secara serempak melaksanakan ibadah kurban dengan menyembelih hewan ternak pada 10 Zulhijah serta selama tiga hari berikutnya yang dikenal sebagai Hari Tasyrik. Umumnya, hewan kurban yang disembelih meliputi kambing, sapi, dan domba, yang kemudian dagingnya didistribusikan kepada kaum duafa.

Selain sebagai bentuk ibadah, kegiatan ini juga menjadi ajang untuk saling berbagi serta berpotensi meningkatkan asupan gizi masyarakat yang kurang mampu.

Namun, kebahagiaan Idul Adha ini belum dirasakan secara merata oleh seluruh warga Indonesia. Di sejumlah wilayah, masih terjadi kekurangan pasokan daging kurban, yang utamanya disebabkan oleh tingkat kemiskinan dan distribusi daging yang belum merata.

Menurut Haryo Mojopahit, peneliti sekaligus Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), daerah yang mengalami defisit daging kurban biasanya memiliki ciri khas tertentu.

Di wilayah Pulau Jawa, kekurangan daging kurban lebih banyak dipicu oleh tingginya angka kemiskinan, sehingga banyak warga yang tidak mampu berkurban. Sementara itu, di luar Jawa, faktor geografis seperti keterpencilan dan keterisolasian menjadi penghambat utama dalam distribusi daging.

Penelitian IDEAS mengungkapkan bahwa sejumlah wilayah di Jawa Tengah seperti Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, dan Demak mencatat kekurangan daging kurban hingga 2.623 ton pada tahun 2024. Di Pulau Madura, Jawa Timur, defisit mencapai 2.484 ton, sedangkan daerah seperti Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Mojokerto, dan Kediri mengalami kekurangan sebesar 1.849 ton.

Masyarakat pada daerah-daerah yang telah disebutkan, seperti Kabupaten Ngawi, rerata penduduknya mengkonsumsi daging hanya 0,01 kg/kapita/tahun. Kemudian Kabupaten Pandeglang sebanyak 0,06 kg/kapita/tahun dan Kabupaten Magelang sebanyak 0,18 kg/kapita/tahun.

Di luar Pulau Jawa sendiri, daerah yang memiliki akses terbatas untuk menerima distribusi daging kurban seperti Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat dengan rerata konsumsi daging sebanyak 0,08 kg/kapita/tahun; Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah sebanyak 0,16 kg/kapita/tahun; hingga Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Seram Bagian Barat, di Maluku yang masing-masing hanya menyentuh angka 0,01 kg/kapita/tahun dan 0,11 kg/kapita/tahun.

Berbeda dengan pusat kota seperti DKI Jakarta yang mengalami surplus daging mencapai angka 9.905 Ton pada 2024 lalu. Begitu pula dengan daerah-daerah di Jawa Barat seperti Bandung, Cimahi, Sumedang yang mencapai 6.355 Ton serta Sleman dan Bantul di DI Yogyakarta yang mencapai 4.957 Ton.

Baca Juga: Dompet Dhuafa Gelar "Kurbanaval Goes to CFD" untuk Sosialisasi Program Tebar Hewan Kurban 2025

Angka-angka yang telah disebutkan mencerminkan kesenjangan konsumsi daging di Indonesia. Menurut Haryo, penting untuk melakukan intervensi gizi dengan mendistribusikan daging kurban secara rata hingga pelosok Indonesia. Tak hanya itu, perlu kolaborasi dari berbagai elemen masyarakat untuk mewujudkannya.

Untuk daerah-daerah Jawa, Haryo menyarankan untuk menyempurnakan proses identifikasi penerima daging atau mustahik di daerah terpencil. Untuk luar Jawa, diperlukan kemampuan untuk membuka akses keterpencilan suatu daerah tersebut.

Fenomena ketimpangan distribusi daging kurban ini tentu menjadi perhatian penting, khususnya bagi para panitia kurban di Indonesia. Selama ini, penyelenggaraan kurban masih bersifat sangat terdesentralisasi, yang berarti tersebar di ribuan panitia lokal yang umumnya bersifat sementara dan dibentuk hanya menjelang Iduladha.

Hal ini menyebabkan proses pengelolaan data penerima manfaat (mustahik) menjadi tidak terintegrasi secara nasional dan cenderung tidak diperbarui secara berkala. Akibatnya, pendistribusian daging kurban pun kerap tidak tepat sasaran dan berisiko menimbulkan ketimpangan.

Selain itu, distribusi daging kurban masih sangat bergantung pada jaringan institusi lokal seperti masjid, musala, pesantren, lembaga pendidikan, hingga lingkungan perusahaan. Meskipun jaringan ini luas, pendekatannya yang berbasis komunitas tanpa sistem pendataan yang menyeluruh membuat pemerataan distribusi menjadi sulit tercapai, terutama ke wilayah-wilayah yang kurang terjangkau.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Dompet Dhuafa secara konsisten menyelenggarakan program Tebar Hewan Kurban (THK) setiap tahun. Program ini bertujuan untuk memastikan akses konsumsi daging kurban dapat dinikmati secara adil oleh masyarakat prasejahtera, terutama mereka yang tinggal di wilayah yang selama ini kurang tersentuh, seperti daerah pedalaman, tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI