Suara.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melaporkan bahwa harga minyak goreng rakyat (MGR) atau Minyakita menunjukkan tren penurunan, meskipun secara rata-rata nasional masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Kondisi ini mengindikasikan adanya upaya perbaikan dalam stabilisasi harga komoditas pokok, namun tantangan distribusi di daerah-daerah tertentu masih menjadi pekerjaan rumah.
Direktur Tertib Niaga Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Mario Josko, menyatakan bahwa harga rata-rata nasional Minyakita per 15 Juni 2025 tercatat sebesar Rp16.809 per liter. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar Rp200 per liter dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
“Walaupun secara nasional harga di atas HET sebesar 7 persen, namun secara bertahap dibandingkan seminggu yang lalu itu mengalami penurunan 0,11 persen dan juga dibandingkan sebulan yang lalu itu mengalami penurunan 1,15 persen,” kata Mario di Jakarta, Senin (16/6/2025) seperti yang dikutip dari Antara. Tren penurunan ini diharapkan dapat terus berlanjut hingga mencapai atau berada di bawah HET yang ditetapkan.
Disparitas Harga dan Tantangan Distribusi di Daerah
Meskipun terdapat tren penurunan secara nasional, Kemendag mencatat bahwa saat ini masih ada 10 provinsi yang memiliki harga rata-rata Minyakita 10 persen di atas HET. Provinsi-provinsi tersebut meliputi:
Papua Tengah (Rp18.500)
Nusa Tenggara Timur (Rp18.133)
Papua (Rp18.000)
Papua Selatan (Rp18.000)
Nusa Tenggara Barat (Rp17.778)
Bali (Rp17.750)
Gorontalo (Rp17.708)
Kalimantan Timur (Rp17.625)
Kalimantan Selatan (Rp17.600)
Papua Barat Daya (Rp17.500)
Fenomena disparitas harga yang mencolok juga terjadi di beberapa daerah yang lebih terpencil. Sebagai contoh ekstrem, harga Minyakita di Kabupaten Puncak Jaya bahkan mencapai Rp45.000 per liter. Menurut Mario, tingginya harga di daerah-daerah tersebut disebabkan oleh kurangnya kehadiran distributor resmi. Akibatnya, pasar-pasar lokal terpaksa mengambil pasokan Minyakita dari pedagang lain, yang secara otomatis meningkatkan mata rantai distribusi dan berdampak pada kenaikan harga jual akhir kepada konsumen.
Untuk mengatasi masalah distribusi dan stabilisasi harga di daerah-daerah yang belum terjangkau distributor, Kemendag berharap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan dapat mengambil peran aktif. Mario Josko menyoroti keberhasilan pola intervensi BUMN di beberapa wilayah, seperti Sulawesi Barat dan Maluku. Di Sulawesi Barat, harga Minyakita berhasil turun sebesar 2,47 persen, sementara di Maluku, penurunan mencapai 11 persen setelah BUMN terlibat sebagai distributor.
“Kami harap pola ini juga dapat kami laksanakan secara konsisten dan tentunya, kami butuh dukungan juga dari BUMN untuk fokus terhadap daerah-daerah atau kabupaten/kota yang harganya masih tinggi,” ujarnya. Keterlibatan BUMN diharapkan dapat memangkas mata rantai distribusi dan memastikan pasokan Minyakita tersedia dengan harga yang lebih terjangkau hingga ke pelosok daerah.
Baca Juga: Promo Minyak Goreng Indomaret Hari Ini 11 April 2025, Mulai Rp 35.900 Per 2 Liter
Di tengah upaya stabilisasi harga Minyakita, Kemendag juga memantau pergerakan harga minyak goreng kemasan premium. Data menunjukkan bahwa harga rata-rata minyak goreng kemasan premium tercatat Rp22.292 per liter pada minggu kedua Juni 2025, mengalami kenaikan tipis sebesar 0,07 persen.
Meskipun terjadi sedikit kenaikan pada minyak goreng kemasan premium, Mario Josko berharap Minyakita dapat menjadi penahan laju kenaikan tersebut. “Memang kalau di kemasan premium itu ada sedikit kenaikan, namun Minyakita-nya mengalami penurunan. Jadi kami berharap Minyakita ini bisa menahan laju kenaikan dari harga minyak goreng premium, dan kami juga tetap mengupayakan bagaimana harga minyak kita ini dapat gradual mengalami penurunan,” imbuh Mario.
Strategi ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada satu jenis minyak goreng, tetapi juga berupaya menjaga keseimbangan harga di seluruh segmen pasar. Dengan demikian, diharapkan masyarakat tetap memiliki pilihan minyak goreng yang terjangkau, sekaligus mengendalikan inflasi dari komoditas penting ini. Tantangan selanjutnya adalah memastikan konsistensi pasokan dan harga yang stabil di seluruh wilayah Indonesia, terutama menjelang hari-hari besar keagamaan atau liburan yang biasanya memicu kenaikan permintaan.