Suara.com - Setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memangkas target pertumbuhan menjadi 5 persen, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) justru memprediksi realitasnya akan jauh lebih rendah.
Sorotan tajam kini mengarah pada defisit fiskal yang membengkak dan potensi beban utang yang kian membesar, mengancam stabilitas ekonomi nasional.
"Realitasnya akan lebih rendah," kata peneliti INDEF dalam Kajian Tengah Tahun (KTT) INDEF 2025 via Zoom, Rabu (2/7/2025).
Prediksi pesimis ini didasari oleh adanya defisit fiskal sebesar 2,78 persen pada semester awal tahun ini, sebuah angka yang memicu kekhawatiran serius di kalangan ekonom.
Esther Sri Astuti memperingatkan bahwa melambungnya defisit fiskal akan berdampak langsung pada porsi pembayaran utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ia memprediksi porsi ini akan melonjak hingga 40 persen. "Ini tidak sekadar tekanan fiskal, tetapi ada multiplier effect yang sangat luar biasa," ujarnya, mengisyaratkan dampak domino yang bisa merembet ke berbagai sektor ekonomi.
Tidak hanya itu, Esther juga menyoroti potensi berkurangnya belanja kementerian/lembaga (KL) dan transportasi daerah. Jika ini terjadi, dampaknya tidak hanya dirasakan di tingkat nasional, tetapi juga di daerah-daerah.
Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang pernah digaungkan tidak akan terwujud apabila pemerintah terus-menerus mengeluarkan kebijakan yang bersifat kontraktif atau mengerem belanja.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang telah mengumumkan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 pada kisaran 4,7 sampai 5,0 pada semester kedua," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Senin (1/7/2025). Ini adalah koreksi dari target sebelumnya, yang menunjukkan adanya penyesuaian terhadap realitas ekonomi global dan domestik.
Baca Juga: Kerikil Tajam Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Prabowo Subianto
Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia juga sejalan dengan laporan World Economic Outlook edisi April 2025 dari Dana Moneter Internasional (IMF). IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia, dan Indonesia tidak luput dari koreksi. IMF memprediksi ekonomi Indonesia pada 2025 hanya akan tumbuh 4,7 persen, turun dari ramalan sebelumnya yang mencapai 5,1 persen.
Koreksi ini, menurut Sri Mulyani, dilakukan seiring peningkatan eskalasi perang dagang imbas pengumuman tarif resiprokal Amerika Serikat. Dampak perang dagang ini terasa di berbagai belahan dunia, memicu perlambatan ekonomi global.
IMF mengoreksi ramalan pertumbuhan ekonomi Tanah Air menjadi 0,4 persen lebih rendah dari prediksi sebelumnya, namun Sri Mulyani mengklaim koreksi IMF terhadap perekonomian Indonesia masih lebih baik dibanding negara lain seperti Thailand, Vietnam, Filipina, bahkan Meksiko yang mengalami revisi penurunan lebih dalam.
"Exposure dari perdagangan internasional mereka lebih besar dan dampak atau hubungan dari perekonomian mereka terhadap AS juga lebih besar," ucap Sri Mulyani, menjelaskan alasan di balik koreksi yang lebih dalam pada negara-negara tersebut.