Suara.com - Bank Indonesia (BI) memberikan kelonggaran terhadap perbankan dalam memperkuat likuiditasnya. Salah satunya memberikan fasilitas kepada perbankan Indonesia agar tidak hanya menggantungkan nasib likuiditas pada pasar dalam negeri.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan telah memberikan kebijakan RPLN (Rasio Pendanaan Luar Negeri) untuk bank. Hal ini dilakukan agar perbankan dalam mendapat dana pihak ketiga (DPK) dari asing.
"Kami berikan rasio pendaan bank, agar bank-bank juga bagian memembuhi persyaratan mendapatkan dana dari luar negeri," katanya saat rapat KSSK, Senin (28/7/2025).
Untuk itu, BI menetapkan parameter kontrasiklikal (faktor penambah/pengurang sesuai kebutuhan perekonomian) sebesar positif 5%, sehingga batasan RPLN meningkat dari maksimum 30% menjadi sebesar 35% dari modal bank. Ini berlaku mulai 1 Juni 2025.
Penguatan kebijakan RPLN sebagaimana diterbitkan melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor:12 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 7 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank, bertujuan untuk meningkatkan sumber pendanaan bank dari Luar Negeri
"Sebelumnya 30 persen modal bank dulu pinjaman luar negeri kita tingkatkan jadi 35 persen. Tentu saja diberikan kalau bank-bank memenuhi prinsip kehatia-hatian dan kami harapkan funding perbankan," jelasnya.
Tidak hanya itu, BI pun meyakini pertumbuhan kredit perbankan akan tetap tinggi mencapai 11 persen. Hal ini didukung dengan insentif dan kelonggaran yang diberikan oleh BI.
"Tentu saja ada kenaikan permintaan kredit dan semakin longgarnya penawaran kredit. Dari kelonggaran suku bunga turun dan likuiditas kita tambah regulasi KLM insentif likuiditas kita kendorkan," katanya.
"Oleh karena itu bankir-bankir balikkan ekspetasi turunkan suku bunga dan salurkan kredit. Jadi perbankan makin gairah untuk pertumbuhan kredit," tambahnya.
Baca Juga: Bukti QRIS Made In Indonesia Makin Kuat di Dunia, Mastercard Cs Bisa Lewat
Sementara itu, KSSK juga terus mencermati perkembangan rambatan risiko global, termasuk dampak terhadap kinerja sektor manufaktur. PMI Manufaktur Indonesia yang terkontraksi ke posisi 46,9 pada Juni 2025 akan menjadi perhatian.
KSSK pun mendorong peranan sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Dorongan itu akan dilakukan melalui kebijakan dan percepatan deregulasi, termasuk mendorong peranan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang makin optimal.
“Berbagai perkembangan dan kondisi strategi kebijakan akan terus ditingkatkan untuk mendorong multiplier effect (efek berganda) yang lebih besar,” tandas Menteri Keuangan Sri Mulyani.