Kelas Menengah Kritis, Fenomena 'Rojali' dan 'Rohana' Hantui Ekonomi RI

Selasa, 29 Juli 2025 | 13:02 WIB
Kelas Menengah Kritis, Fenomena 'Rojali' dan 'Rohana' Hantui Ekonomi RI
Pengunjung melihat-lihat di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta, Kamis (28/11/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Fenomena "Rombongan Jarang Beli" (Rojali) dan "Rombongan Hanya Nanya" (Rohana) yang belakangan viral, kini bukan sekadar guyonan.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, melihat gejala ini sebagai sinyal serius dari tekanan ekonomi yang dialami masyarakat kelas menengah.

Ia menilai, penurunan pendapatan menjadi pemicu utama mengapa banyak orang datang ke pusat perbelanjaan hanya untuk sekadar berjalan-jalan tanpa melakukan transaksi.

"Ini berkaitan dengan daya beli. Pendapatan rata-rata masyarakat turun, akhirnya mereka ke mal hanya untuk refreshing, namun minim berbelanja," ujar Eko di Jakarta, Senin (28/7/2025).

Gejala serupa, menurut Eko, tak hanya terjadi di pusat perbelanjaan fisik, tetapi juga merambah ke platform belanja daring.

Banyak calon konsumen yang aktif melihat-lihat produk di e-commerce, namun tidak langsung menyelesaikan transaksi. Mereka cenderung menunggu momen diskon atau promo khusus.

"Belanja online juga menghadapi masalah yang sama. Mereka hanya lihat-lihat produk, tapi tidak segera check out. Mereka cenderung menunggu diskon," ucap Eko, menggambarkan perilaku konsumen yang semakin berhati-hati dalam membelanjakan uang.

Melihat tren yang mengkhawatirkan ini, Eko mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret.

Ia menyarankan agar pemerintah menyiapkan stimulus ekonomi yang ditujukan khusus untuk kelompok kelas menengah agar daya beli bisa kembali tumbuh.

Baca Juga: Ekonom Indef Kenang Kwik Kian Gie: Sosok Kritis yang Minta RI Tak Bergantung Utang Asing

"Pemerintah perlu membuat stimulus ekonomi untuk kelas menengah karena 'Rojali' dan 'Rohana' umumnya masuk kategori kelas menengah," lanjut Eko.

Eko meyakini, intervensi pemerintah dapat memberikan dampak signifikan dalam memitigasi gejala tersebut.

Berbagai insentif, menurutnya, dapat menggairahkan kembali aktivitas transaksi di pusat perbelanjaan.

"Diskon listrik, menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bisa jadi opsi agar mereka kembali belanja lebih banyak," kata Eko, memberikan contoh konkret stimulus yang bisa dipertimbangkan pemerintah.

Diskon listrik akan mengurangi beban rutin, sementara kenaikan PTKP akan meningkatkan pendapatan bersih yang bisa dibelanjakan.

Selain dukungan dari sisi pemerintah, Eko juga menekankan pentingnya adaptasi dari pelaku usaha ritel, khususnya yang berada di pusat perbelanjaan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI