PHRI: Pelarangan Merokok di Tempat Hiburan Bisa Memukul UMKM dan Rantai Ekonomi Kreatif

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 04 Agustus 2025 | 07:30 WIB
PHRI: Pelarangan Merokok di Tempat Hiburan Bisa Memukul UMKM dan Rantai Ekonomi Kreatif
Ilustrasi merokok. (Pixabay/Kruscha)

Suara.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengupayakan penerapan ruang khusus merokok di tempat hiburan malam (THM), sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR).

"Yang harus diatur adalah semua tempat hiburan, mau karaoke, kelab, mau apapun tidak boleh di tempat umum orang merokok. Tetapi, semuanya (tempat hiburan) harus menyiapkan tempat untuk orang boleh merokok," kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo belum lama ini.

Sutrisno Iwantono, Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta) menyambut positif penegasan dari Gubernur DKI Jakarta. Ia berharap pelaku usaha diajak bersama-sama untuk mendiskusikan materi dan muatan dari Ranperda KTR yang sedang dibahas saat ini.

“Karena pada dasarnya nanti yang akan melaksanakan kan pelaku usaha. Jangan sampai nanti peraturan itu keluar, tetapi tidak bisa dilaksanakan karena memang tidak memungkinkan,” ujar Iwantono.

Berbagai pelarangan dalam pasal-pasal Ranperda KTR ini, salah satunya larangan total untuk merokok di tempat hiburan malam, sebut Iwantono akan semakin menekan pelaku usaha pariwisata utamanya segmen hotel, resto, kafe, live music, bar, dan sejenisnya.

Apalagi mengingat kondisi saat ini, sebanyak 96,7 persen hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian sepanjang kuartal I - 2025.

Untuk diketahui, industri hotel dan restoran menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja di Jakarta dan menyumbang sekitar 13 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI.

“Ranperda KTR ini punya dampak ekonomi cukup luas. Yang terkait dengan itu kan bukan cuma satu pelaku usaha, pasti banyak yang terdampak. Kami mendukung upaya preventif yang dilakukan pemerintah. Yang perlu diperhatikan adalah studi akademiknya harus komprehensif, dilihat dari berbagai aspek ekonomi secara luas. Sekali lagi, yang penting melibatkan pelaku usaha di dalam pembahasannya,” tegas Iwantono.

Pandangannya, selama ini di hotel, restoran, karaoke, kafe, bar, live music dan tempat hiburan sejenis khusus menyasar kepada konsumen usia dewasa. Maka, ketika area-area tersebut didorong harus steril dari rokok, akan sangat menyulitkan bagi operasional industri itu sendiri dan juga tentunya bagi pengunjung.

Baca Juga: BNI Genjot Literasi Digital Pedagang dan Pengunjung Pasar Tebet Timur

“Jangan dihilangkan sama sekali. Haruslah ada alternatif. Penyediaan ruang khusus merokok itu memang harus ada. Jangan sampai bentuknya pelarangan total, dampaknya ke operasional industri ini yang akan kehilangan pengunjung. Kalau operasional industri ini tertekan, PHK yang terjadi bukan cuma soal hotel, tapi juga akan memukul UMKM, logistik, hingga pelaku seni yang selama ini bergantung pada industri pariwisata perkotaan,” papar Iwantono.

Iwantono menambahkan, untuk menghidupkan geliat sektor pariwisata saat ini, yang paling dibutuhkan adalah traffic. Meningkatkan jumlah kunjungan ke Jakarta akan kembali mendorong serta menghidupkan efek domino ekonomi bagi hotel, resto, kafe, dan tempat hiburan lainnya yang tengah lesu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI