Bitcoin Pecah Rekor, Harganya Kini Rp 1,99 Miliar

Achmad Fauzi Suara.Com
Jum'at, 15 Agustus 2025 | 08:47 WIB
Bitcoin Pecah Rekor, Harganya Kini Rp 1,99 Miliar
Ilustrasi Bitcoin.

Suara.com - Harga aset kripto Bitcoin telah menembus rekor baru mencapai USD 124.000 atau setara dengan Rp 1,99 miliar (asumsi kurs Rp 16.109). Kenaikan ini dipicu dari data perekonomian Amerika Serikat (AS) yang stabil.

Adapun, inflasi Amerika Serikat (AS) pada Juli 2025 tercatat stabil di 2,7 persen secara tahunan, sedikit di bawah perkiraan pasar sebesar 2,8 persen.

Data ini memberi sinyal bahwa tekanan harga mulai terkendali, walau belum sepenuhnya hilang. Stabilnya inflasi mendorong ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pada pertemuan 17 September mendatang.

Stabilnya inflasi memicu arus modal ke aset berisiko, termasuk kripto. Investor global menilai bahwa pelonggaran kebijakan moneter akan meningkatkan likuiditas, yang berpotensi mendorong valuasi aset digital.

Ilustrasi [Pixabay/vjkombajn]
Ilustrasi [Pixabay/vjkombajn]

Selain faktor makro, penguatan ini juga didorong oleh meningkatnya pembelian korporat dalam beberapa pekan terakhir, di tengah semakin banyaknya perusahaan yang mengadopsi strategi treasury berbasis Bitcoin, seperti yang dipopulerkan oleh MicroStrategy Incorporated.

Langkah korporasi ini tidak hanya memperkuat permintaan pasar, tetapi juga mengubah cara pandang terhadap Bitcoin. Dari sekadar instrumen spekulasi, Bitcoin kini mulai diposisikan sebagai aset treasury jangka panjang oleh pelaku usaha berskala global.

Meski peluang pemangkasan suku bunga semakin besar, The Fed kemungkinan tetap akan memantau data tambahan sebelum mengambil keputusan. Langkah ini untuk memastikan kebijakan yang diambil tidak menimbulkan risiko kembalinya tekanan inflasi.

Vice President INDODAX, Antony Kusuma, memandang kondisi saat ini sebagai titik kritis yang menggabungkan kekuatan sentimen makro dan fundamental pasar kripto.

"Kita sedang melihat pertemuan dua faktor besar: inflasi yang mulai terkendali di bawah ekspektasi pasar, dan peluang pemangkasan suku bunga yang sangat tinggi. Kombinasi ini menciptakan kondisi di mana modal global lebih berani bergerak ke aset berisiko, termasuk kripto," ujarnya di Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Baca Juga: Harga Bitcoin Turun Setelah Menteri Keuangan AS Tegaskan Stop Beli BTC

Ia menjelaskan, rekor baru Bitcoin di level USD 124.000 bukan hanya hasil dari optimisme jangka pendek, tetapi juga akumulasi kepercayaan pasar terhadap peran Bitcoin di masa depan.

"Institusi besar, termasuk korporasi publik, kini mulai menempatkan Bitcoin sebagai bagian dari strategi treasury. Ini bukan sekadar spekulasi, ini adalah reposisi Bitcoin dari aset alternatif menjadi aset strategis," imbuhnya.

Antony memandang, langkah perusahaan seperti MicroStrategy dan beberapa raksasa keuangan lainnya sebagai sinyal yang mengubah lanskap.

"Ketika korporasi mengalihkan sebagian kas mereka ke Bitcoin, itu bukan hanya mempengaruhi harga hari ini. Mereka mengirimkan pesan bahwa Bitcoin bisa berfungsi sebagai lindung nilai terhadap kebijakan moneter dan inflasi dalam jangka panjang," bebernya

Namun, ia mengingatkan bahwa euforia pasar tidak boleh mengaburkan risiko inheren di aset kripto. "Reli besar sering kali diikuti oleh koreksi tajam. Ini adalah hukum alam di pasar berisiko tinggi. Investor yang hanya mengejar kenaikan tanpa strategi keluar sama saja dengan masuk ke arena dengan mata tertutup," katanta

Menurut Antony, tren harga Bitcoin sering kali menjadi cermin psikologi pasar secara keseluruhan. Ia juga menyoroti bahwa volatilitas bukanlah masalah yang harus dihindari, melainkan faktor yang harus dikelola.

"Banyak investor baru ingin volatilitas hilang, padahal justru di sanalah peluang berada. Yang diperlukan adalah kemampuan membaca pola dan menetapkan batas risiko yang jelas," imbuhnya.

Antony menambahkan bahwa strategi investasi yang matang harus mempertimbangkan diversifikasi. Meski Bitcoin sedang menjadi magnet perhatian, menaruh seluruh modal di satu aset adalah bentuk konsentrasi risiko yang sangat tinggi.

"Investor yang bijak akan memadukan aset berisiko dengan instrumen yang lebih stabil untuk menjaga keseimbangan portofolio," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI