Suara.com - Fenomena job hugging atau bertahan di pekerjaan meskipun tak bahagia kini tengah ngetren di hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Tren ini kebalikan dari job hopping yang menganggap berpindah pekerjaan sebagai wujud kesuksesan dalam karier.
Melalui media bisnis Forbes, penulis seputar karier dan kehidupan profesional Bryant Robinson mengutarakan apa itu job hugging dan dampaknya yang tidak patut disepelekan.
Menurut Robinson, banyak pekerja, terutama Gen Z, mempertahankan pekerjaan mereka bukan karena sedang berkembang, tapi karena tidak yakin dengan masa depan.
Di tengah gelombang PHK, harga-harga yang melambung, dan ekonomi yang semakin ketat, kecemasan di tempat kerja berada di titik tertinggi.
Dengan ketidakpastian ekonomi yang begitu besar, semakin banyak pekerja merasa bahwa bertahan di satu pekerjaan lebih aman daripada mengambil risiko melompat ke peluang baru yang belum jelas.
Dengan segala gejolak ekonomi dan politik saat ini, rasanya wajar jika ingin mencari aman. Ketidakpastian pekerjaan bisa menjadi ancaman yang memicu kekhawatiran dan berdampak buruk bagi kesehatan, bahkan lebih berat daripada benar-benar kehilangan pekerjaan.
Namun, ketidakpastian adalah bagian tak terhindarkan dari karier. Karena tidak ada yang tahu masa depan, wajar jika orang memilih bertahan dengan sesuatu yang lebih bisa diprediksi ketika pekerjaan mereka terasa terancam.
Tren PHK yang muncul justru setelah periode yang dianggap sebagai masa pemulihan pasca-Covid 2020 memperburuk rasa tidak aman di pasar tenaga kerja yang sudah rapuh.
Baca Juga: Apakah Aisar Khaled dari Keluarga Kaya? Soroti TKI di Malaysia usai Diusir Warga Bali
Laporan pekerjaan, keterbatasan anggaran, dan ketakutan yang terus menghantui dunia kerja membuat orang merasa lebih aman berpegang pada apa yang mereka punya.
Tanda-Tanda Job Hugging di Tempat Kerja
Bagi sebagian orang, job hugging adalah red flag. Anda bisa mengenalinya dengan tanda-tanda seperti stres meningkat yang memengaruhi perilaku atau suasana hati tim.
Ada perubahan performa. Seseorang hanya fokus pada tugas yang dikuasai untuk menonjolkan kemampuan pribadi, bukan untuk kepentingan tim.
Pekerja yang sudah “kelewat matang” untuk peran sekarang, tapi tetap bertahan karena takut kondisi pasar juga perlu menjadi alarm. Berikut beberapa cara untuk mengatasi tren job hugging:
1. Sering berkomunikasi dengan karyawan. Salah satu saran yang bisa dicoba adalah adanya forum reguler untuk berbagi masukan secara jujur, lalu menunjukkan tindak lanjutnya. Pasalnya, mengenali job hugging memberi peluang untuk memahami rasa takut, kebutuhan, dan motivasi tim.
2. Investasi pada pertumbuhan karyawan. Perusahaan bisa menunjukkan kepedulian dengan mendukung pengembangan, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Pelatihan tambahan, mentoring, atau jalur pengembangan karier bisa membuat karyawan merasa dihargai dan tidak terjebak.
3. Kembalikan fleksibilitas kerja. Banyak perusahaan yang memaksa kembali ke kantor, tapi itu membuat karyawan tidak bahagia. Memberi pilihan jadwal fleksibel atau kerja hybrid bisa menunjukkan bahwa perusahaan memahami kebutuhan karyawan.
4. Jadilah teladan empati. Pemimpin bisa berbagi pengalaman pribadi, membahas kondisi industri, atau membuka sesi diskusi santai agar karyawan merasa aman berbicara.
5. Jelaskan visi perusahaan. Pemimpin bisa mendorong agar setiap karyawan paham arah perusahaan, peran mereka di dalamnya, serta indikator penting yang harus diperhatikan.
Cara Karyawan Menghadapi Tren ‘Job Hugging’
Merasa terhimpit atau diam karena takut tidak akan membawa hasil baik. Jika merasa buntu, inilah waktu yang tepat untuk merencanakan langkah karier berikutnya dan membangun keterampilan baru.
Mulailah dengan mengenali aspek pekerjaan saat ini yang terasa kurang memuaskan.
Penting untuk berdiskusi dengan atasan agar bisa memposisikan diri lebih baik. Setiap orang perlu punya sounding board dan mentor tepercaya dari berbagai bidang sepanjang kariernya. Evaluasi emosi, kemampuan fisik, dan kinerja dengan sudut pandang yang objektif bisa membantu.
Karyawan juga bisa mengeksplorasi pekerjaan rekan lain yang menarik minat mereka. Menyadari jenis pekerjaan yang membuat bersemangat bisa membuka jalan menuju peluang baru.
Setelah menemukan yang cocok, petakan keterampilan yang dibutuhkan untuk beralih ke peran tersebut, lalu pertimbangkan langkah konkret seperti pelatihan tambahan, sertifikasi, atau keterampilan baru.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni