Inflasi Indonesia Kembali Positif di September, Sentuh Laju Tercepat Sejak Mei 2024

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 14 Oktober 2025 | 06:19 WIB
Inflasi Indonesia Kembali Positif di September, Sentuh Laju Tercepat Sejak Mei 2024
Suasana aktivitas perdagangan di Pasar Senen, Jakarta. [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Inflasi Indonesia kembali naik menjadi 0,21% MoM, mendorong laju tahunan (YoY) mencapai 2,65% (tertinggi sejak Mei 2024), namun inflasi inti melambat menjadi 1,37% YoY, mengindikasikan daya beli masyarakat masih lesu.

  • Sektor consumer staples mencatat kinerja cemerlang (+4,2% MoM) di pasar saham, dipimpin oleh reli saham rokok (HMSP dan GGRM melonjak 55%-68%).

  • Harga minyak dunia anjlok 6% MoM, dan tekanan harga pangan (seperti ayam broiler) mulai mereda.

Suara.com - Kabar terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi Indonesia kembali mencatatkan kenaikan pada September 2025, mengakhiri tren deflasi pada bulan sebelumnya.

Data BPS mencatat inflasi bulanan (MoM) naik 0,21% setelah sempat deflasi di Agustus. Kenaikan ini mendorong laju inflasi tahunan (YoY) mencapai 2,65%, menjadikannya laju tercepat sejak Mei 2024.

Meskipun inflasi secara keseluruhan menunjukkan peningkatan, komponen inflasi inti (di luar harga emas) justru melambat tipis menjadi 1,37% YoY.

Angka ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik masih relatif lesu, khususnya di kalangan rumah tangga berpenghasilan rendah.

Hal ini menjadi sinyal bahwa daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya, meskipun ada kenaikan inflasi yang dipicu oleh faktor-faktor non-inti.

Tekanan Harga Pangan Mereda, Harga Minyak Global Anjlok

Di sektor pangan, tekanan inflasi diperkirakan mulai mereda memasuki Oktober. Harga komoditas utama seperti beras dan minyak goreng terpantau stabil. Bahkan, harga ayam broiler mengalami penurunan signifikan sebesar 7,7% MoM.

Dari sisi global, kabar baik datang dari harga energi. Harga minyak dunia anjlok sekitar 6% MoM, diperdagangkan di sekitar US$64 per barel, setelah kelompok produsen OPEC+ mengisyaratkan rencana peningkatan produksi.

Penurunan harga minyak ini diperkirakan dapat meringankan biaya produksi dan logistik di dalam negeri.

Baca Juga: Inflasi Naik, Biaya Pendidikan Makin Mahal

Sementara itu, di pasar komoditas lunak (soft commodities), tren penurunan harga berlanjut. Harga kakao anjlok 17% MoM karena perbaikan hasil panen di Pantai Gading, produsen utama dunia.

Kondisi ini memberikan dampak positif bagi emiten makanan dan minuman seperti MYOR (Mayora Indah). Sebaliknya, harga gula naik 3,9% akibat kualitas tebu yang melemah di Brasil.

Sektor barang konsumsi (consumer staples) menunjukkan kinerja cemerlang di pasar saham. Pada September, sektor ini mencatatkan kenaikan kinerja 4,2% MoM, jauh melampaui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Kenaikan ini dipimpin oleh reli saham rokok setelah pemerintah memastikan tidak ada kenaikan tarif cukai pada tahun 2026.

Keputusan ini memicu lonjakan harga saham dua raksasa rokok, HMSP (HM Sampoerna) dan GGRM (Gudang Garam), yang masing-masing melonjak antara 55% hingga 68% MoM.

Di sisi korporasi, MYOR melaporkan adanya rebound pada penjualan domestik di September, yang mendorong pertumbuhan domestik di level high single-digit untuk Kuartal III 2025.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI