Pemerintah Diminta Untuk Pikir-pikir Terapkan Kebijakan B50

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 23:34 WIB
Pemerintah Diminta Untuk Pikir-pikir Terapkan Kebijakan B50
Ilustrasi petani sawit. Rencana ambisius pemerintah untuk meningkatkan kadar pencampuran biodiesel menjadi B50 menuai kritik tajam. Foto ist.
Baca 10 detik
  • Kebijakan yang digadang-gadang sebagai langkah percepatan transisi energi hijau ini dinilai berpotensi menimbulkan efek domino.
  • Para pelaku industri dan petani khawatir, lonjakan kebutuhan bahan baku sawit untuk B50 akan dibayar mahal oleh petani melalui kenaikan pungutan dan penurunan harga jual TBS.
  • Sabarudin, Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), mengingatkan bahwa program B50 hampir pasti diikuti dengan kenaikan Pungutan Ekspor (PE) sawit.

Suara.com - Rencana ambisius pemerintah untuk meningkatkan kadar pencampuran biodiesel menjadi B50 menuai kritik tajam.

Kebijakan yang digadang-gadang sebagai langkah percepatan transisi energi hijau ini dinilai berpotensi menimbulkan efek domino yang justru menghantam keras industri sawit nasional, terutama kesejahteraan petani kecil.

Para pelaku industri dan petani khawatir, lonjakan kebutuhan bahan baku sawit untuk B50 akan dibayar mahal oleh petani melalui kenaikan pungutan dan penurunan harga jual Tandan Buah Segar (TBS) secara drastis.

Sabarudin, Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), mengingatkan bahwa program B50 hampir pasti diikuti dengan kenaikan Pungutan Ekspor (PE) sawit untuk menutupi selisih dana subsidi biodiesel. Menurutnya, beban finansial ini secara tidak adil akan beralih ke pundak petani.

"Kalau kadar biodiesel dinaikkan ke B50, otomatis tarif PE juga naik. Akibatnya harga TBS bisa turun antara Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Artinya, beban subsidi biodiesel justru ditanggung oleh petani yang seharusnya menerima manfaat," ujar Sabarudin dalam seminar di Jakarta.

Mengutip kajian dari Pranata UI, Sabarudin memaparkan bahwa jika pemerintah menaikkan PE hingga 15,17% demi membiayai B50, harga sawit di tingkat petani bisa anjlok hingga Rp1.725 per kg. Dampak ini dinilai paling berat bagi petani swadaya yang tidak memiliki posisi tawar.

Kekhawatiran yang sama diungkap oleh Abra Talattov, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Ia mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi komprehensif terhadap program B40 yang sudah berjalan sebelum melompat ke B50.

Pasalnya lanjut dia kapasitas industri biodiesel nasional saat ini hanya sekitar 16,7 juta kiloliter. Jika B50 diterapkan, kebutuhan akan melonjak menjadi 19 juta kiloliter. "Kapasitas industri belum siap sepenuhnya menghadapi lonjakan permintaan," tegas Abra.

Selain itu berdasarkan data INDEF, 96% subsidi solar justru dinikmati oleh kelompok yang tidak berhak. Program B50 dikhawatirkan hanya akan menambah beban subsidi tanpa menyelesaikan problem mendasar di hulu.

Baca Juga: Skandal Ekspor POME, Kejagung Geledah Sejumlah Kantor Bea Cukai

Abra Talattov mengusulkan solusi untuk melindungi petani swadaya dari fluktuasi harga, yaitu dengan menetapkan ceiling dan floor price (harga batas atas dan batas bawah) untuk TBS.

Sabarudin dari SPKS juga mendesak reformasi mekanisme pendanaan, agar kebijakan transisi energi tidak hanya menguntungkan produsen besar tetapi juga memastikan petani sawit sebagai pemasok bahan baku utama mendapatkan manfaat yang adil.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI