- Kelangkaan BBM terjadi pada SPBU swasta (Shell, BP-AKR, Vivo) sejak Agustus 2025, selesai sementara dengan pembelian dari Pertamina November ini.
- Penyebab utama kelangkaan adalah regulasi ESDM baru yang membatasi periode impor BBM swasta menjadi enam bulan.
- Konsumen beralih ke SPBU swasta karena sentimen positif publik, mendorong lonjakan permintaan di luar kuota impor yang tersedia.
Suara.com - Salah satu fenomena menarik di 2025 ini adalah kelangkaan BBM Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU swasta. Setidaknya sejak Agustus lalu, SPBU-SPBU swasta mengeluh stok bensin mereka habis - situasi yang sebelumnya belum pernah terjadi di Tanah Air.
Masalah akhirnya bisa selesai ketika SPBU swasta seperti Shell, BP-AKR dan Vivo sepakat untuk membeli BBM dari Pertamina pada November ini. Tapi pertanyaanya, apakah kelangkaan BBM swasta ini akan terjadi lagi tahun depan? Apa penyebab kelangkaan BBM di SPBU swasta?
Konteks
Sejak akhir Agustus 2025, Shell, BP-AKR dan Vivo mengaku mulai mengalami kekurangan BBM, terutama jenis bensin dengan RON 92 dan RON 95. Sejumlah besar fasilitas SPBU mereka mulai berhenti berjualan bensin, tutup lebih cepat dan bahkan berhenti beroperasi sama sekali.
Para SPBU swasta tadinya ingin mengimpor langsung BBM untuk mengatasi kelangkaan. Tapi pemerintah melalui Kementerian ESDM pada September menawarkan untuk membeli base fuel atau BBM murni dari Pertamina. Tapi rencana itu tersendat, setelah ternyata BBM yang diimpor Pertamina sudah mengandung etanol dengan kadar 3,5 persen.
Setelah melalui negosiasi alot, tiga SPBU swasta yakni Vivo, BP-AKR dan Shell pada November dan Desember sepakat untuk membeli BBM base fuel dari Pertamina masing-masing 100.000 barel.
Mengapa BBM SPBU Swasta Cepat Habis?
Setidaknya ada tiga penyebab BBM SPBU swasta cepat habis pada tahun ini. Pertama adalah penerapan regulasi baru dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang memberikan izin impor BBM ke swasta per 6 bulan dari sebelumnya 1 tahun. Selai itu, izin juga akan dievaluasi setiap 3 bulan.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, kepada Suara.com mengatakan regulasi baru ini adalah penyebab utama langkanya BBM di SPBU swasta.
Baca Juga: Impor Pertalite Capai 60 persen dari Kebutuhan 39 Juta kl per Tahun
![Kelangkaan BBM SPBU Swasta pada 2025 dikhawatirkan akan terulang pada 2026. [Suara.com/Aldi]](https://media.suara.com/pictures/original/2025/12/11/55135-spbu-swasta.jpg)
"Saya rasa kelangkaan BBM di SPBU Swasta itu bukan semata-mata karena kekurangan kuota. Sebenarnya kuota lebih dari cukup, bahkan kan itu dilebihkan berapa persen itu ya. Tapi kelangkaan tadi itu lebih disebabkan oleh perubahan aturan Kementerian ESDM yang mengubah periode impor dari satu tahun jadi enam bulan," kata Fahmi.
Dengan aturan itu, waktu yang dibutuhkan SPBU swasta untuk impor BBM semakin sempit. Hal ini, lanjut dia, sama saja dengan memangkas kuota impor BBM hingga 50 persen.
Ini diperparah dengan regulasi baru Kementerian ESDM yang membatasi kuota impor BBM SPBU swasta sebesar 10 persen dari realisasi impor BBM tahun 2024.
Situasi ini semakin kritis karena konsumen kehilangan kepercayaan pada Pertamina, yang tahun ini berkali-kali dilanda masalah dengan kualitas BBM sampai pada isu bensin oplosan dalam kasus korupsi yang menyeret para petinggi perusahaan minyak negara tersebut.
"Ini intinya soal trust. Masyarakat merasa dikhianati," kata Yannes Martinus Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) kepada Suara.com.
Penilaian Yannes ini dikonfirmasi oleh temuan dalam riset Indef pada September 2025. Dalam studi analisis sentimen di media sosial, Indef menemukan bahwa SPBU swasta mendapatkan sentimen positif di publik. Shell mendapatkan sentimen positif 71 persen, Vivo 80,5 persen, dan BP-AKR mencapai 78,9 persen.
Sementara Pertamina hanya mendapatkan sentimen positif sekitar 6 persen.
Di saat yang sama, Indef menemukan bahwa pangsa pasar SPBU swasta - khusus untuk BBM nonsubsidi - melonjak meski jumlah SPBU mereka sangat minim. Market share SPBU swasta naik menjadi 15 persen di periode Januari - Juli 2025, dari hanya 11 persen di 7 bulan pertama 2024. Di saat yang sama, market share Pertamina turun dari 89 persen ke 85 persen.
"Pertumbuhan ini menunjukkan pergeseran konsumen dari Pertamina ke swasta dalam segmen non-subsidi," terang Indef dalam studinya.
"Tingginya kepercayaan publik ini mendorong brand switching, sehingga permintaan BBM non-subsidi di SPBU swasta melonjak lebih cepat daripada kapasitas kuota impor yang tersedia," lanjut Indef.
Solusi 2026?
Kondisi kelangkaan BBM yang terjadi tahun ini diprediksi akan terulang di 2026. Yannes mengatakan jika ingin kondisi di 2026 berbeda, maka kuota untuk SPBU swasta tidak boleh dibatasi ketat.
"Kalau mau adil, harusnya kuota (SPBU swasta) harus ditambah," kata Yannes.
Tapi yang tak kalah penting menuru Yannes adalah Pertamina harus bisa kembali merebut kepercayaan konsumen.
"Kalau mau bicara fair trade harusnya Pertamina juga fight di kualitas dong. Bukan main monopoli, main kunci, main kunci kuota dan sebagainya," lanjut dia.
Sementara Fahmy menekankan perlunya perubahan peraturan yang membatasi impor BBM SPBU swasta.
"Menurut saya yang pertama peraturan yang menyusahkan untuk impor kembalikan kembali satu tahun, sehingga cukup waktu melakukan impor dari sumber mana pun," tegas dia.
Kementerian ESDM sendiri, pada Rabu (10/12/2025) mengaku tengah membahas volume kuota impor BBM SPBU swasta. Tercatat, Shell, Vivo hingga BP-AKR telah mengajukan kebutuhan kuota kebutuhan BBM untuk tahun 2026.
Dirjen Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengaku tengah menelaah volume yang diajukan, sebelumnya nantinya dipaparkan di hadapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia.
"Tadi pagi, saya sedang rapat sama tim untuk paparan dulu di depan Pak Menteri, opsi-opsinya seperti apa," kata Laode.
Laode belum merinci berapa volume impor yang akan diberikan kepada badan usaha swasta. Angka pastinya, bakal diumumkan pada pekan depan.
"Insya Allah bisa dapatkan informasi opsinya seperti apa," kata Laode.
Lebih lanjut, Laode menyatakan tidak menutup kemungkinan pemerintah akan memberikan kuota tambahan sebesar 10 persen untuk tahun depan. Namun ditegaskannya penambahan kuota itu masih sekedar opsi.
Sebelumnya juru bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia mengatakan untuk kuota impor BBM akan menyesuaikan neraca pasar masing-masing badan usaha swasta. Penjualan mereka pada tahun 2025 menjadi catatan.
"Volumenya tergantung pengajuan mereka masing-masing. Kita enggak bisa menduga-duga. Mereka ada kebutuhan tambahan atau enggak? Dilihat dari situ nantinya. Yang pasti menyesuaikan-lah dengan demand yang mereka di tahun berjalan 2025,” kata Anggia pada 26 November lalu.