Suara.com - Rafael Struick kembali absen dari daftar skuad Brisbane Roar dalam laga Brisbane Roar vs Macarthur FC di lanjutan kompetisi A-League musim 2024/2025. Situasi ini semakin menegaskan bahwa posisi pemain Timnas Indonesia tersebut belum stabil di klub Australia tersebut.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait masa depan Rafael Struick di Australia. Padahal, kepindahannya dari Belanda ke Brisbane Roar pada September 2024 sempat menuai sorotan publik sepak bola Indonesia.
Rafael Struick memilih meninggalkan Eropa demi mendapatkan jam terbang lebih banyak bersama klub A-League yang dimiliki pengusaha Indonesia, Anindya Bakrie.
Langkah Rafael Struick saat itu dinilai cukup berani. Ia meninggalkan zona nyamannya di Belanda, tempat ia menimba ilmu sepak bola di akademi ADO Den Haag.
Keputusannya hijrah ke Australia bukan tanpa alasan. Ia ingin mengembangkan karier secara signifikan, terutama sebagai pemain muda diaspora yang ingin memperkuat Timnas Indonesia secara konsisten.
Namun realita di lapangan berbicara lain. Meski sempat mencicipi tujuh pertandingan awal A-League musim ini, peran Struick mulai terpinggirkan sejak dirinya memenuhi panggilan Timnas Indonesia untuk tampil di ajang ASEAN Cup 2024.
Turnamen tersebut tidak masuk dalam kalender resmi FIFA, sehingga klub tidak berkewajiban melepas pemainnya.
![Penyerang Timnas Indonesia, Rafael Struick berlatih bersama rekan-rekannya jelang menghadapi tantangan berat saat bertemu dengan Australia dalam lanjutan Grup C putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion Sepak Bola Sydney, Kamis (20/3/2025) pukul 16.10 WIB. [Dok. IG Timnas Indonesia]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/20/74825-rafael-struick-timnas-indonesia.jpg)
Brisbane Roar tampaknya tidak sepenuhnya setuju dengan keikutsertaan Struick di ajang itu. Dampaknya cukup terlihat, terutama dari berkurangnya menit bermain sang pemain setelah kembali dari tugas nasional.
Dalam 12 pertandingan terakhir, Struick hanya tampil sebanyak empat kali dan semuanya sebagai pemain pengganti. Bahkan, lima kali ia hanya duduk di bangku cadangan dan tiga kali tidak masuk skuad sama sekali.
Baca Juga: Fun Fact: Ole Romeny Jago Gocek Belajar dari Sosok Bukan Pemain Sepak Bola, Siapa?
Kondisi ini tentunya menjadi tekanan besar bagi pemain muda seperti Rafael Struick. Dengan usia yang masih 21 tahun, ia harus bersaing ketat di lini depan Brisbane Roar yang diisi oleh pemain-pemain berpengalaman dan lebih matang.
Tantangan itu tak hanya datang dari persaingan internal tim, tapi juga ekspektasi publik Indonesia yang ingin melihat Struick tampil reguler di level klub dan internasional.
Perjalanan karier Struick sejauh ini mencerminkan kisah diaspora muda yang penuh perjuangan. Lahir di Leidschendam, Belanda, pada 27 Maret 2003, Struick memiliki darah Indonesia dari garis keturunan keluarga. Ia memulai karier di akademi ADO Den Haag dan sempat tampil untuk tim muda mereka di kompetisi Eerste Divisie (divisi dua Belanda).
Sejak dipanggil pertama kali membela Timnas Indonesia, namanya mulai dikenal luas oleh pencinta sepak bola Tanah Air.
Kemampuan bermain sebagai winger atau penyerang serba bisa menjadikannya aset potensial dalam proyek jangka panjang skuad Garuda. Namun, stagnasi karier di level klub bisa menjadi penghambat jika tidak segera ditangani.
Pemain diaspora memang kerap menghadapi tantangan ganda. Selain harus beradaptasi dengan budaya dan sistem sepak bola baru, mereka juga dituntut menjaga performa agar tetap relevan di kancah internasional.