Terbukti keran gol bersumber dari 12 pemain. Berbeda dengan musim lalu yang sangat tergantung kepada David da Silva dan Ciro Alves.
Persib musim ini adalah unit yang utuh, satu tubuh yang bergerak dengan irama sama. Ketika satu pemain absen, yang lain siap mengisi tanpa mengurangi kualitas.
Tentu saja, tidak ada konser simfoni yang lengkap tanpa penontonnya. Di sinilah Bobotoh memainkan peran. Mereka bukan hanya pendukung, tapi mereka adalah narator kolektif dalam kisah sukses back to back ini.
Tiap koreografi dan dukungan di tribun, adalah penegasan bahwa kemenangan Persib bukan semata-mata hasil latihan dan strategi, tetapi juga buah dari kepercayaan massa.
Tidak ada cerita tentang Persib tanpa menyebut Bobotoh. Mereka bukan hanya penonton, tapi bagian dari sistem yang menggerakkan klub. Di stadion atau di luar pertandingan, dukungan mereka tak pernah surut.
Khusus musim ini, sinergi antara klub dan suporter terasa relatif kuat. Manajemen membuka ruang dialog, menjaga transparansi, dan menghargai aspirasi Bobotoh. Para Bobotoh pun seolah ikut dewasa bersama tim. Mereka relatif lebih sabar, lebih tenang, dan lebih menginginkan legacy daripada drama.
Kemenangan Persib mungkin tak ada salahnya jika dipahami dalam dimensi yang lebih luas; kemenangan back-to-back klub ini bukan hanya milik Bandung atau Jawa Barat. Ini adalah juga prestasi yang memberi inspirasi bagi ekosistem sepak bola Indonesia.
Di tengah berbagai persoalan seperti minimnya infrastruktur dan krisis keuangan banyak klub, kisah Persib memberikan harapan bahwa profesionalisme dan kerja keras bisa membawa hasil.
Lebih dari itu, kemenangan ini memperlihatkan bahwa klub Indonesia bisa mandiri, bisa dikelola secara modern, dan bisa bersaing dengan nilai-nilai positif. Dari akademi yang membina talenta lokal hingga strategi bisnis yang berkelanjutan, Persib menunjukkan jalan bahwa transformasi sepak bola ternyata bukan mimpi belaka.
Baca Juga: Raih Gelar Juara Liga 1, Ini 3 Pemain Persib Bandung yang Layak Dipanggil ke Timnas
(Felix Indra Jaya)