Sebelum menerima pinangan PSSI, Simon Tahamata sendiri berstatus pelatih akademi Ajax. Sayangnya ia merasa tak dihargai oleh mantan timnya tersebut.
Semua bermula dari keputusan Ajax yang mengurangi jam kerjanya menjadi 20 jam saja per pekan, hal ini ditentang oleh Simon Tahamata yang kemudian mendirikan akademi di Berlin, Jerman.
Setelahnya, Ajax tak kunjung menghubunginya dan membuat Simon Tahamata merasa dicampakkan dan dipermainkan oleh klub berjuluk De Godenzonen itu.
“Saya tidak akan membiarkan siapa pun bermain dengan saya, saya tidak pantas menerima ini. saya marah, karena mereka bilang mereka punya kontak baik denganku, tapi mereka mengabaikanku,” kata Simon Tahamata.
Profil Simon Tahamata
Simon Tahamata, sosok berpengalaman berdarah Maluku-Belanda, diamanahi peran penting dalam proses scouting nasional. Ia diharapkan mampu menjadi jembatan bagi pemain muda Indonesia, baik yang tumbuh di dalam negeri maupun yang memiliki darah Indonesia di luar negeri, agar bisa terpantau secara sistematis dan profesional.
Tak hanya untuk timnas senior, perannya akan menjangkau juga kelompok usia muda, berkolaborasi dengan pelatih seperti Patrick Kluivert, Gerald Vanenburg, dan Nova Arianto.
Penunjukan Tahamata tidak datang tanpa alasan kuat. Sosok kelahiran Vught, Belanda, pada 26 Mei 1956 itu sudah lama malang melintang di dunia pembinaan usia muda, terutama bersama klub-klub elit seperti Ajax Amsterdam.
Karier pelatihannya di akademi sudah dimulai sejak tahun 1996 dan berlanjut hingga dua dekade berikutnya, memperkuat kredibilitasnya dalam menemukan dan membina bakat muda sepak bola.
Baca Juga: Mengenal Jomi Tahamata, Tambatan Hati Simon Tahamata Head of Scouting Timnas Indonesia
Sebelum dikenal sebagai pelatih, Tahamata adalah mantan pemain profesional yang berposisi sebagai winger. Debutnya di kancah sepak bola profesional terjadi pada tahun 1976 bersama Ajax Amsterdam. Ia kemudian memperkuat klub-klub Eropa lainnya seperti Standar Liege, Feyenoord, Beerschot, hingga Germinal Ekeren.
Rekam jejaknya menunjukkan bahwa ia bukan hanya pelatih berbakat, tetapi juga eks pemain berprestasi yang pernah mengisi skuad tim nasional Belanda dari tahun 1979 hingga 1986.
Selama masa keemasan kariernya, Tahamata turut membawa Ajax Amsterdam menjuarai Liga Belanda sebanyak tiga kali (1976/77, 1978/79, 1979/80) dan meraih satu gelar Piala KNVB (1978/79). Ia juga sempat membawa Ajax melaju hingga semifinal Piala Eropa I musim 1979–1980, sebuah pencapaian bergengsi di level klub Eropa.
Langkah PSSI mendapuk Tahamata sebagai kepala scouting menjadi bukti nyata bahwa federasi kini mulai mengadopsi pendekatan modern dalam membangun tim nasional.
Pengalaman internasional dan jejaring luas yang dimiliki Tahamata diharapkan akan memudahkan akses terhadap bakat-bakat diaspora, terutama di kawasan Eropa yang dikenal memiliki fasilitas dan sistem pembinaan sepak bola terbaik.
Seiring dengan tren globalisasi sepak bola, negara-negara seperti Jepang, Maroko, dan Aljazair telah lebih dulu sukses memanfaatkan potensi diaspora mereka. Kini, Indonesia mencoba mengikuti jejak tersebut dengan menggandeng figur berpengalaman dan berdarah Indonesia seperti Simon Tahamata.