Suara.com - Kabar mengejutkan datang dari dunia sepak bola Australia. Brisbane Roar, klub yang sempat diperkuat penyerang Timnas Indonesia Rafael Struick, kini berada di ambang krisis keuangan serius.
Kabar ini muncul tak lama setelah Rafael Struick memutuskan hengkang dari klub yang dimiliki pengusaha Indonesia dalam naungan Bakrie Group tersebut.
Perpisahan itu diumumkan secara resmi oleh Brisbane Roar pada Selasa, 27 Mei 2025, yang menandai berakhirnya kontrak sang pemain dengan tim asal Queensland tersebut.
Masalah bermula saat Kantor Pajak Australia (ATO) mengajukan permohonan resmi untuk melikuidasi Brisbane Roar akibat tunggakan utang yang dilaporkan mencapai angka enam digit.
Langkah hukum ini menempatkan masa depan klub A-League tersebut dalam ancaman besar, terlebih di tengah performa buruk tim dan ketidakpastian dukungan finansial.
Brisbane Roar dimiliki oleh perusahaan asal Indonesia, Bakrie Group, yang sudah lama terlibat dalam pengelolaan klub tersebut.
Nama Bakrie sudah melekat dengan klub ini sejak lebih dari satu dekade lalu, namun masalah keuangan yang terus menghantui kini memuncak dengan adanya gugatan dari otoritas pajak.
Di masa lalu, klub ini pernah dilatih pelatih ternama seperti Ange Postecoglou, yang kini menukangi Tottenham Hotspur di Liga Inggris.
Namun, kejayaan masa lalu itu tampak semakin pudar seiring menurunnya prestasi dan stabilitas manajemen dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Partai Hidup Mati Lawan Timnas Indonesia, Pemain China Ditempa Latihan Bak Pendekar Kungfu

Musim lalu, Brisbane Roar mendatangkan Rafael Struick dari klub Belanda, ADO Den Haag.
Pemain muda berusia 22 tahun itu bergabung sejak 16 September 2024 dan sempat menimbulkan antusiasme tinggi di kalangan suporter Indonesia.
Namun kenyataannya, kontribusinya di lapangan tergolong minim. Ia hanya tampil sebanyak 10 kali, dengan total waktu bermain 240 menit, dan mencetak satu gol sepanjang musim 2024/2025.
Kepergian Struick menambah daftar tantangan yang harus dihadapi manajemen klub, terutama di tengah krisis keuangan yang belum terselesaikan. Lebih dari itu, efek kepergian Struick juga terlihat di media sosial.
Sejumlah netizen Indonesia diketahui ramai-ramai meng-unfollow akun Instagram resmi Brisbane Roar sebagai bentuk kekecewaan atas minimnya kesempatan bermain yang diberikan kepada sang pemain.
Meski demikian, manajemen klub menegaskan bahwa masa depan Brisbane Roar masih aman.
Mereka optimistis bisa keluar dari tekanan finansial, meski ATO menagih pembayaran utang dalam jumlah besar yang bila tidak segera ditangani dapat berujung pada pembubaran klub.
Dikutip dari laporan Australian Financial Review (AFR), CEO Brisbane Roar, Kaz Patafta, tengah berada di Indonesia untuk menggelar pertemuan penting dengan Bakrie Group sebagai pemilik utama klub.
Pihak klub berharap pertemuan ini akan membuahkan solusi konkret dalam waktu dekat.
“Klub telah bekerja sama dengan ATO selama beberapa waktu dan memiliki rencana penyelesaian yang sedang difinalisasi,” ujar Patafta dalam wawancara dengan AFR pada Jumat, 30 Mei 2025.
Menurut Patafta, utang yang kini membebani klub sebenarnya sudah ada sejak sebelum dirinya dan Zac Anderson, kepala operasional saat ini, mengambil alih kepemimpinan Brisbane Roar pada Juli 2023.
Hal ini mengindikasikan bahwa masalah finansial merupakan warisan dari pengelolaan sebelumnya yang belum tertangani dengan baik.
Masih dalam laporan yang sama, Bakrie Group dikabarkan telah menunjukkan komitmennya untuk menyelesaikan utang tersebut dan berencana melakukan pembayaran paling cepat pekan depan.
Tindakan cepat dari pihak pemilik diharapkan dapat meredam ancaman likuidasi oleh ATO.
Pihak Liga Profesional Australia selaku pengelola A-League telah diberi informasi terkait situasi ini.
Mereka menyatakan percaya bahwa Brisbane Roar akan mampu menangani krisis tersebut secara profesional.
Meski demikian, jika utang tidak dilunasi tepat waktu, konsekuensinya bisa berdampak pada izin beroperasi klub.
Namun, kekhawatiran datang dari pejabat lokal. Menteri Olahraga Queensland, Tim Mander, mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap situasi Brisbane Roar. Ia menyatakan bahwa klub ini memiliki nilai penting bagi komunitas lokal.
“Kami berharap mereka tetap bertahan. Klub ini mengalami masa-masa sulit dalam beberapa tahun terakhir. Saya sempat menonton salah satu pertandingan mereka sebulan lalu, dan itu tetap jadi pengalaman yang luar biasa,” katanya.
Brisbane Roar menutup musim dengan hasil mengecewakan, finis di peringkat ke-12 dari total 13 klub dengan raihan 21 poin.
Untungnya, sistem kompetisi di Australia tidak mengenal degradasi dan promosi, sehingga posisi mereka di A-League masih aman — setidaknya untuk sementara waktu.
Namun, masa depan mereka tetap bergantung pada bagaimana manajemen menyelesaikan krisis finansial saat ini.