Suara.com - Jelang duel Timnas Indonesia vs China, Pelatih Patrick Kluivert menyempat diri menyaksikan final Liga Champions 2024/2025 antara Paris Saint-Germain (PSG) vs Inter Milan sekaligus diskusi jalannya laga.
Adapun dalam pertandingan tersebut, PSG habisi Inter Milan tanpa ampun lima gol tanpa balas di Stadion Allianz Arena, Minggu (1/6/2025) dini hari WIB.
Hasil ini terbilang cukup mengejutkan lantaran Inter Milan tidak memberikan perlawanan kepada lawannya.

Pertandingan kelas tinggi itu tidak luput disaksikan oleh Pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert bersama jajarannya, termasuk Ketua Umum PSSI Erick Thohir.
Bukan cuma menonton, Erick Thohir dan Patrick Kluivert berdiskusi mengenai permainan kedua kesebelasan dalam pertandingan tersebut.
"Nonton final Liga Champions antara PSG vs Inter Milan bersama staf pelatih Timnas Indonesia, coach Patrick Kluivert, coach Denny Landzaat, coach Alex Pastoor dan lainnya," kata Erick Thohir dilansir dari Instagram miliknya.
"Kita banyak diskusi tentang gaya permainan kedua tim yang beda gaya."
"PSG yang berani menguasai bola dan bermain menyerang, melawan Inter yang lebih bertahan dan mengandalkan serangan balik," tulis lelaki yang juga Menteri BUMN tersebut.

Seperti kita ketahui, Erick Thohir sempat menjadi petinggi Inter Milan di mana pastinya kecewa dengan hasil tersebut.
Baca Juga: China Alhamdulillah Pemain Keturunan Timnas Indonesia 1,85 Meter Nyatakan Mundur
Ia ingin supaya Nerazzurri bisa segera bangkit di musim selanjutnya, jangan terlalu memikirkan kesedihan.
"Comeback stronger Inter next season," tutup Erick Thohir.
Jalannya Laga
Sejak peluit awal dibunyikan, PSG langsung mengambil inisiatif serangan.
Tidak butuh waktu lama, pada menit ke-12 Achraf Hakimi membuka keunggulan melalui gol cepat yang memanfaatkan celah di lini belakang Inter Milan.
Hanya delapan menit berselang, Desire Doue menggandakan keunggulan menjadi 2-0 setelah menerima umpan matang yang merobek pertahanan Nerazzurri.
Meski sudah unggul dua gol di babak pertama, intensitas serangan PSG sama sekali tidak menurun.
Tim asuhan Luis Enrique tersebut tampil konsisten dan agresif sejak awal babak kedua.
Pada menit ke-47, Khvicha Kvaratskhelia nyaris memperbesar keunggulan setelah menembus kotak penalti Inter, meski tembakannya masih belum tepat sasaran.
Sejarah PSG
Kemenangan meyakinkan ini tidak hanya mencetak sejarah, tapi juga menjadi jawaban atas kritik yang selama ini menyebut PSG sebagai klub yang gagal memanfaatkan skuad bertabur bintang.
Sejak diambil alih oleh Qatar Sports Investments pada 2011, PSG telah menginvestasikan miliaran euro untuk meraih gelar prestisius ini.
Kini, perjuangan panjang tersebut akhirnya membuahkan hasil nyata.
Mereka mengakhiri penantian panjang dengan cara yang spektakuler: mencetak lima gol tanpa balas di partai final, melawan tim sekelas Inter Milan yang juga tampil konsisten sepanjang musim.
Keberhasilan meraih gelar ini membuka peluang baru bagi PSG untuk memperkuat dominasinya di kancah Eropa.
Dengan materi pemain muda berbakat yang terus berkembang dan manajemen yang stabil, PSG diprediksi akan menjadi salah satu kekuatan baru di Liga Champions dalam beberapa tahun mendatang.
Di sisi lain, Inter Milan harus melakukan evaluasi menyeluruh atas performa mereka di final.
Meski berhasil mencapai laga puncak, kekalahan telak ini menunjukkan bahwa masih ada jarak kualitas yang harus dikejar untuk bersaing dengan klub-klub papan atas Eropa.
Kemenangan ini juga mencerminkan strategi jitu yang diterapkan oleh tim pelatih.
PSG menurunkan kombinasi pemain muda dan berpengalaman dalam formasi menyerang.
Di lini belakang, kehadiran Marquinhos dan Nuno Mendes membuat serangan Inter tumpul.
Di lini tengah, duet Joao Neves dan Fabian Ruiz mengatur tempo dengan presisi.
Sementara di lini depan, kombinasi kreativitas Vitinha, kecepatan Dembele, serta ketajaman Kvaratskhelia dan Doue menjadi senjata utama PSG dalam membongkar pertahanan lawan.
Bahkan pemain pengganti seperti Mayulu pun mampu menunjukkan kualitasnya di panggung besar.
Inter Milan, di sisi lain, terlihat kehilangan arah begitu kebobolan dua gol cepat.
Formasi tiga bek yang digunakan tidak mampu meredam agresivitas serangan PSG dari berbagai lini.