Kenapa PSSI Tidak Gelar Liga Putri yang Sudah Lama Mati Suri?

Jum'at, 04 Juli 2025 | 07:21 WIB
Kenapa PSSI Tidak Gelar Liga Putri yang Sudah Lama Mati Suri?
Kenapa PSSI tidak gelar Liga Putri? Hingga pertengahan 2025, sepak bola putri di Indonesia masih menghadapi jalan terjal. Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, dengan tegas menyampaikan bahwa belum bergulirnya Liga Putri bukan tanpa alasan.

Suara.com - Kenapa PSSI tidak gelar Liga Putri? Hingga pertengahan 2025, sepak bola putri di Indonesia masih menghadapi jalan terjal. Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, dengan tegas menyampaikan bahwa belum bergulirnya Liga Putri bukan tanpa alasan. Ia menilai, belum tersedianya talenta yang memadai menjadi salah satu penghambat utama kompetisi ini bisa dilaksanakan secara berkelanjutan.

Erick Thohir menyatakan bahwa membangun kompetisi bukan hanya soal menggulirkan liga semata, melainkan memastikan bahwa ekosistem yang mendukung, terutama sumber daya pemain, sudah cukup kuat.

Menurutnya, sepak bola perempuan di Indonesia sudah cukup lama mengalami stagnasi sehingga memerlukan waktu untuk membangun ulang dari dasar.

Pemain keturunan Timnas Putri Indonesia, Isa Warps mencetak gol semata wayang dalam kemenangan Garuda Pertiwi atas Kirgistan dalam laga pertama Grup D Kualifikasi Piala Asia Putri 2026 di Indomilk Arena, Tangerang, Minggu (29/6/2025) malam WIB. [Dok. IG/@timnasindonesia]
Pemain keturunan Timnas Putri Indonesia, Isa Warps mencetak gol semata wayang dalam kemenangan Garuda Pertiwi atas Kirgistan dalam laga pertama Grup D Kualifikasi Piala Asia Putri 2026 di Indomilk Arena, Tangerang, Minggu (29/6/2025) malam WIB. [Dok. IG/@timnasindonesia]

Ia menilai, lebih baik menunda Liga Putri daripada memaksakan kompetisi yang hanya bertahan sebentar lalu berhenti karena kekurangan pemain.

Baginya, langkah terburu-buru hanya akan membuat sepak bola putri Indonesia kembali mati suri.

Di tengah dorongan publik dan kementerian terkait agar Liga Putri segera digelar, Erick tetap konsisten dengan pendekatan bertahap.

Ia menegaskan bahwa PSSI saat ini tengah memprioritaskan pembinaan tim nasional, pengembangan grassroots, dan baru kemudian kompetisi seperti Liga Putri.

Menurut Erick, proses pembangunan talenta sepak bola putri nasional masih dalam tahap awal dan penuh risiko. Tanpa regenerasi pemain yang baik, kompetisi pun tak akan berjalan optimal.

Cuplikan laga Timnas Putri Indonesia vs Kirgistan dalam babak kualifikasi Piala Asia. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.)
Cuplikan laga Timnas Putri Indonesia vs Kirgistan dalam babak kualifikasi Piala Asia. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.)

Bahkan, kementerian seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) juga sudah menanyakan hal serupa, namun Erick menegaskan bahwa tanpa talenta memadai, memaksakan liga justru kontraproduktif.

Baca Juga: Azizah Salsha, Istri Pratama Arhan Dihujat Habis-habisan Promosi Piala Presiden 2025

"Karena sepak bola perempuan mati suri cukup lama, jadi kalau sekadar, 'Ayo! Liga Putri!' terus dibangun satu tahun, terus berhenti, karena talentanya tidak ada," kata Erick Thohir kepada awak media.

"Karena kami tidak mau liganya jalan, nanti mati lagi, jadi, saya dengan tekanan dihujat (karena) liga putri tidak jalan, saya (tetap) tidak berpikir tergesa-gesa," jelasnya.

Sementara itu, di sisi tim nasional, pelatih Timnas Putri Indonesia, Satoru Mochizuki, turut mengakui bahwa absennya kompetisi liga putri mempengaruhi performa skuadnya.

Pada pertandingan terakhir di ajang Kualifikasi Piala Asia Wanita 2026, Indonesia harus mengakui keunggulan Pakistan dengan skor 0-2.

Meski begitu, pelatih asal Jepang tersebut enggan menjadikan absennya kompetisi sebagai alasan utama kekalahan.

Ia mengapresiasi langkah federasi yang sudah berupaya maksimal, termasuk dengan pemusatan latihan (TC) jangka panjang dan mendatangkan pemain diaspora untuk memperkuat tim.

Menurut Mochizuki, idealnya sepak bola putri dibina dari level anak-anak hingga ke jenjang liga profesional. Tanpa ekosistem berkelanjutan, sulit bagi tim nasional tampil optimal di level internasional.

Namun, ia tetap optimistis dan berkomitmen melanjutkan perjuangan membangun timnas putri Indonesia lebih baik ke depannya.

Jika melihat perkembangan sepak bola putri di negara-negara Asia lainnya, Indonesia memang masih tertinggal jauh.

Jepang dan Korea Selatan sudah lebih dahulu membangun liga profesional putri yang kuat, lengkap dengan sistem pembinaan pemain usia dini yang terstruktur.

Bahkan, negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam sudah memiliki liga putri reguler yang berjalan konsisten setiap tahun.

Kondisi berbeda terlihat di Indonesia. Minimnya kompetisi membuat regenerasi berjalan lambat.

Talenta baru sulit ditemukan karena kurangnya wadah berkompetisi, baik di level amatir maupun profesional.

Selain itu, masih banyak klub Liga 1 dan Liga 2 yang belum memiliki tim putri sebagai bagian dari struktur klub mereka.

Tantangan lainnya adalah soal ekosistem pendukung. Mulai dari keterbatasan fasilitas latihan yang ramah untuk atlet perempuan, hingga masih sedikitnya pelatih khusus sepak bola putri bersertifikasi.

Di sisi lain, dukungan sponsor dan eksposur media juga masih sangat minim, membuat sepak bola putri belum menjadi daya tarik secara komersial.

Padahal, jika dikelola dengan baik, potensi sepak bola putri Indonesia cukup besar. Antusiasme pemain muda perempuan mulai tumbuh di berbagai daerah, hanya saja masih terkendala pada akses pembinaan dan kompetisi yang memadai.

Ke depan, PSSI diharapkan mampu membangun piramida sepak bola putri secara bertahap. Dimulai dari pembinaan grassroots, kompetisi usia dini, hingga menciptakan Liga Putri yang berkelanjutan.

Dengan strategi jangka panjang, sepak bola putri Indonesia diharapkan bisa bangkit dan bersaing di level Asia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI