PSSI Terus Undur Liga Putri, Media Vietnam: Kata-kata Tanpa Aksi Adalah Slogan Kosong

Arief Apriadi Suara.Com
Selasa, 08 Juli 2025 | 16:11 WIB
PSSI Terus Undur Liga Putri, Media Vietnam: Kata-kata Tanpa Aksi Adalah Slogan Kosong
PSSI Terus Undur Liga Putri, Media Vietnam: Kata-kata Tanpa Aksi Adalah Slogan Kosong. [Dok. Kita Garuda]

Suara.com - Komitmen PSSI dalam mengembangkan sepak bola wanita kembali dipertanyakan. Liga 1 Putri yang sempat digulirkan pada 2019 hingga kini belum menemui kejelasan.

Wacana untuk kembali menjalankannya pada 2027 dinilai terlalu lambat dan menjadi sorotan tajam banyak pihak.

Situasi yang dihadapi sepak bola putri Indonesia berbanding terbalik dengan negara tetangga di kawasan ASEAN, salah satunya Vietnam.

Media Vietnam, Vietnamnews.vn menegaskan bahwa usaha memajukan sepak bola putri memang tidak mudah.

Karena itulah mereka membuat artikel "Aksi Lebih Keras Dibanding Kata-kata" atau bisa diartikan bebas sebagai "Kata-kata Tanpa Aksi Adalah Slogan Kosong."

Media Vietnam menilai, pengembangan sepak bola wanita tidak akan pernah berhasil tanpa aksi nyata dan komitmen serius dari federasi sepak bola suatu negara.

Vietnam menjadi bukti konkret bagaimana langkah terstruktur dan konsisten selama tiga dekade mampu membuahkan prestasi bersejarah—lolos ke Piala Dunia Wanita 2023 dan finis di posisi lima besar Piala Asia 2022.

Sebaliknya, Indonesia masih berkutat dalam retorika panjang tanpa realisasi nyata. Liga 1 Putri yang menjadi tulang punggung pembinaan pemain belum bergulir sejak edisi perdana 2019.

Alih-alih mempercepat pengembangan kompetisi, federasi justru menunda pelaksanaannya hingga 2027, tanpa kejelasan konkret mengenai persiapannya.

Baca Juga: Erick Thohir soal Piala Indonesia: Saya Tak Takut Dihujat!

Timnas Putri Vietnam dikenal sebagai Golden Girls, dan mereka berhasil menembus Piala Dunia untuk pertama kalinya setelah menundukkan Thailand dan Taiwan di babak play-off.

Capaian ini tak lepas dari konsistensi pelatihan jangka panjang, termasuk program latihan di luar negeri seperti Spanyol, meski sempat terganggu oleh pandemi COVID-19.

Presiden Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, bahkan memberikan penghargaan berupa Labour Orders kepada pemain dan pelatih sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan mereka.

Pemerintah pun turut mendorong pengembangan sepak bola wanita melalui kebijakan nyata, fasilitas, hingga dukungan keuangan.

Kebijakan ini jauh berbeda dengan situasi di Indonesia, di mana infrastruktur, pelatih berkualitas, dan eksposur media untuk sepak bola wanita masih minim.

Kritik serupa juga datang dari media olahraga Vietnam lainnya, Webthethao, yang menyoroti kegagalan Timnas Putri Indonesia di Kualifikasi Piala Asia Putri 2026.

Tim Garuda Pertiwi hanya mampu finis di posisi ketiga Grup D dengan satu kemenangan atas Kirgistan dan dua kekalahan dari Taiwan serta Pakistan.

"Padahal, skuat putri telah diperkuat oleh sejumlah pemain naturalisasi yang diproyeksikan untuk mendongkrak kualitas," tulis Webthethao.

Media itu menuding PSSI terlalu bergantung pada strategi instan, yakni naturalisasi, dan mengabaikan pembinaan jangka panjang melalui kompetisi lokal.

Mereka menegaskan, tanpa liga yang berjalan reguler dan pembinaan usia dini, kualitas pemain tidak akan berkembang secara kolektif dan kompetitif.

“Kesenjangan kemampuan antara pemain lokal dan naturalisasi begitu mencolok, membuat tim sulit bermain secara kolektif dan kompetitif di level Asia,” lanjutnya.

Lebih jauh, mereka mendesak Ketua Umum PSSI Erick Thohir agar tidak hanya fokus pada pengembangan tim putra, tetapi juga membangun fondasi kuat bagi sepak bola putri melalui kompetisi dan pembinaan yang berkelanjutan.

Kegagalan lolos ke Piala Asia 2026 menyisakan kekecewaan mendalam di tubuh Timnas Putri Indonesia. Usai laga melawan Taiwan, para pemain mengitari lapangan sambil membentangkan spanduk bertuliskan, “Pak Erick, kapan Liga 1 Putri digelar?”

Spanduk itu diberikan oleh suporter sebagai bentuk dukungan dan protes damai. Namun insiden tak mengenakkan terjadi saat seorang wanita berjas hitam yang diduga petugas langsung merebut spanduk tersebut dari para pemain.

Aksi itu menggambarkan bagaimana suara para pemain wanita seolah dibungkam, alih-alih didengarkan. Padahal, absennya kompetisi resmi membuat karier dan perkembangan mereka stagnan.

Ketua Umum PSSI Erick Thohir berdalih bahwa federasi saat ini tengah fokus pada tim nasional. Ia menyebut, seperti federasi sepak bola dunia lainnya, prioritas utama tetap pada timnas.

“Apakah kami mendorong Liga Putri? Pasti. Itu bagian kami untuk mencoba mendorong," ujar Erick dalam konferensi pers (7/7/2025).

Namun ia mengakui, padatnya jadwal kompetisi dan keterbatasan infrastruktur menjadi kendala utama dalam menggulirkan Liga 1 Putri dalam waktu dekat.

Pernyataan ini dinilai tidak menjawab desakan publik dan pelaku sepak bola wanita yang terus berharap adanya liga berkelanjutan.

Selain tidak adanya kompetisi, sepak bola wanita di Indonesia juga minim eksposur. Situasi ini mengingatkan pada kritik dari pemain bintang Vietnam, Hunh Nh, yang mengeluhkan pertandingan yang dimainkan di siang hari dan stadion tanpa tribun penonton.

"Untuk apa semua pencapaian sepak bola wanita kalau kami diperlakukan seperti ini?" tulis Hunh Nh dalam unggahan media sosialnya yang kemudian ia hapus.

Di Indonesia, pertandingan sepak bola wanita jarang diliput, dan sulit ditemukan di media arus utama.

Padahal, tanpa dukungan media, sponsor, dan federasi, sepak bola putri akan terus berada di bawah bayang-bayang sepak bola pria.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI