Simon Tahamata Sakit Hati: Sudah Terlambat

Arief Apriadi Suara.Com
Rabu, 30 Juli 2025 | 14:10 WIB
Simon Tahamata Sakit Hati: Sudah Terlambat
Pelatih Timnas Indonesia U-23 Gerald Vanenburg akan dibantu empat sosok dari Belanda sebagai asisten untuk Piala AFF U-23 2025. [Dok. KitaGaruda]
Jembatan Timnas Indonesia U-23 dan Gerald Vanenburg

Di luar tugas teknik dan pemantauan bakat, Tahamata menjadi sosok ayah sekaligus penghubung emosional antara pemain dan staf pelatih Timnas Indonesia U-23.

Dalam video viral yang beredar di TikTok @scorpio14, terlihat momen hangat saat dirinya bernyanyi bersama para pemain muda. Sebuah gambaran suasana kekeluargaan yang dibangun di luar urusan taktik.

Sebagai mantan bintang Ajax dan Standard Liège, Simon Tahamata membawa lebih dari sekadar ilmu sepak bola.

Ia juga menularkan nilai kebersamaan yang menurutnya esensial dalam membangun tim kuat.

Netizen pun memberi respons positif terhadap kedekatan Tahamata dengan para pemain muda.

“Om Simon Tahamata tidaklah bisa mengorbitkan pemain muda hebat, dia juga sangat penyayang, ramah, pemain muda pasti suka sama beliau,” tulis akun bunk***

“Salut om Simon yang mau menyampingkan politiknya demi Indonesia,” tulis refi***

Sayangnya, kebersamaan Tahamata bersama Gerald Vanenburg belum berbuah trofi.

Timnas Indonesia U-23 harus puas menjadi runner-up di Piala AFF U-23 2025 setelah kalah 0-1 dari Vietnam di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 29 Juli lalu.

Baca Juga: Menahan Rasa Sakit, Arkhan Fikri Berakhir Kecewa Timnas Indonesia U-23 Tak Juara

Jejak Emas yang Terlupakan
Kepala Pemandu Bakat Timnas Indonesia Simon Tahamata saat konferensi pers sebelum sesi latihan di Stadion Madya, Jakarta, Senin (2/6/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Kepala Pemandu Bakat Timnas Indonesia Simon Tahamata saat konferensi pers sebelum sesi latihan di Stadion Madya, Jakarta, Senin (2/6/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Tahamata bukan sosok sembarangan. Ia adalah bagian dari era emas Ajax Amsterdam pada akhir 1970-an, turut memenangkan tiga gelar Eredivisie dan satu Piala KNVB.

Setelah itu, kariernya berlanjut di Belgia bersama Standard Liège dengan dua gelar liga dan finalis Piala Winners Eropa.

Pasca pensiun, ia mendedikasikan hidupnya sebagai pelatih teknik di akademi Ajax selama dua periode: 2004–2009 dan 2014–2024.

Total dua dekade lebih waktunya diabdikan untuk menempa generasi muda di De Toekomst.

Justru karena pengabdiannya itulah, perlakuan Ajax yang terkesan mengabaikan membuat luka di hatinya terasa makin dalam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI