-
Patrick Kluivert menjadi sasaran kritik keras usai Timnas Indonesia gagal lolos ke Piala Dunia 2026.
-
Mauro Zijlstra menilai serangan terhadap pelatih dan manajemen di media sosial terasa tidak menyenangkan.
-
Meski begitu, Mauro memahami kekecewaan suporter karena Indonesia sudah sangat dekat dengan sejarah lolos ke Piala Dunia.
Suara.com - Kegagalan Timnas Indonesia melaju ke Piala Dunia 2026 sontak membuat pelatih Patrick Kluivert menjadi sasaran utama amarah dan kekecewaan para suporter.
Seruan #KluivertOut menggema di berbagai platform media sosial. Menanggapi situasi panas ini, penyerang muda skuad Garuda Mauro Zijlstra mencoba memberikan pandangannya.
Seperti diketahui, langkah Timnas Indonesia terhenti di putaran keempat kualifikasi setelah menelan dua kekalahan dari Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1).
Hasil dua kekalahan yang didapat tim Merah Putih lantas memupus mimpi besar yang sudah di depan mata.
Mauro Zijlstra yang baru jadi punggawa di tim senior, secara terbuka mengakui bahwa serangan verbal yang ditujukan kepada pelatih dan manajemen di media sosial bukanlah hal yang menyenangkan.
"Terutama terhadap pelatih dan manajemen. Karena Indonesia adalah negara yang besar, kita juga menerima banyak pesan melalui media sosial," kata Mauro Zijlstra soal kritikan ke Patrick Kluivert, sebagaimana dikutip dari ESPN.
"Itu tidak selalu menyenangkan," tegas striker muda ini.
Namun, di sisi lain striker FC Volendam ini juga menunjukkan kedewasaannya. Ia mengaku bisa memahami dari mana datangnya luapan kekecewaan para penggemar tersebut.
Baginya rasa sakit itu lahir karena tim sudah berada sangat dekat dengan pencapaian bersejarah lolos ke Piala Dunia 2026.
Baca Juga: Terpuruk di Era Patrick Kluivert, Curacao Kini Selangkah Lagi ke Piala Dunia Berkat Dick Advocaat
"Saya mengerti di satu sisi, karena kita sudah begitu dekat. Di sisi lain, Indonesia belum pernah lolos," ucap Mauro Zijlstra.
Patrick Kluivert memang memikul beban ekspektasi yang sangat besar. Ditunjuk pada awal tahun untuk menggantikan Shin Tae-yong, ia berhasil membawa tim melewati putaran ketiga.
Namun, kegagalannya di babak penentuan inilah yang pada akhirnya menjadi rapor merah di mata para suporter.