1. Didasari Riset Mendalam
Hanung Bramantyo adalah salah satu sutradara yang sering mengangkat tema tokoh nasional atau pahlawan dalam filmnya. Sebut saja Soekarno, Kyai Haji Ahmad Dahlan, juga Habibie, mereka adalah tokoh nasional yang sudah diangkat kisahnya oleh Hanung Bramantyo menjadi sebuah film.
Jadi nggak heran kalau dalam menggarap Kartini, Hanung Bramantyo telah melakukan riset jauh-jauh hari. Hanung Bramantyo telah membaca berbagai literatur tentang Kartini, termasuk surat-suratnya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Hal ini membuktikan bahwa Hanung Bramantyo serius ingin menyajikan tontonan biografi kepahlawan Kartini secara layak dan bagus.
2. Dibintangi Artis Top Indonesia
Sederet artis top Indonesia ikut ambil bagian dalam film Kartini. Mulai dari Dian Sastrowardoyo, Christine Hakim, Deddy Sutomo, Reza Rahadian, Acha Septriasa, Ayushita, Djenar Maesa Ayu, juga Denny Sumargo. Mereka adalah artis top yang kemampuan aktingnya sudah tak perlu diragukan. Nama besar mereka menjadi salah satu daya tarik film Kartini, di samping kualitas akting mereka yang mumpuni.
3. Akting Dian Sastrowardoyo
Kemampuan akting Dian Sastrowardoyo Aisha diakui. Namun penampilannya sebagai Kartini diakui sebagai salah satu penampilan terbaik Dian. Penonton akan disuguhkan kemampuan akting Dian yang ciamik dalam menggambarkan sosok Kartini dengan neraham ekspresi, muram, ceria, hingga dingin. Belum lagi kemampuan bahasa Belanda dan Bahasa Jawa Dian yang begitu baik. Hal tersebut menjadi paket lengkap akting yang disuguhkan oleh Dian Sastrowardoyo sebagai Kartini. Saat proses film ini, Dian Sastrowardoyo sempat tersandung isu tidak menyenangkan. Sebuah video yang menunjukkan Dian bergidik saat seorang penggemar menyentuh tangannya viral di media. Hal ini membuat beberapa netizen mengaku enggan menonton film Kartini sebagai protes atas sikap Dian yang dianggap sombong. Namun lepas dari isu yang menghampirinya, Dian tetap mampu menampilkan akting yang sangat memukau.
4. Sinematografi
Sinematografi dalam film Kartini dirasa sangat pas dan tidak berlebihan. Mulai dari penggambaran latar kota Jepara di tahun 1900. Latar gamelan dna rumah dengan pilar-pilar yang khas rumah Jawa, serta cara berpakaian para pemainnya yang dianggap sesuai dengan busana pada tahun tersebut. Penonton akan diajak merasakan suasana kehidupan warga Jepara pada tahun 1900.
Baca Juga: Kisah dr. Radjiman, Mengabdi untuk Rakyat, dan Berjuang Mengantarkan Indonesia Merdeka
5. Raih Penghargaan