Suara.com - Sekelompok orang disebut-sebut akan memproklamasikan Negara Riau Merdeka, menjelang perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2025 mendatang.
Hal tersebut diungkap mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra.
Tuduhan serius ini ia sampaikan dalam sebuah siniar yang tayang di kanal YouTube Forum Keadilan TV pada Kamis, 7 Agustus 2025, dan sontak memicu polemik di tengah masyarakat.
Dalam perbincangan berdurasi hampir satu jam yang dipandu oleh Jurnalis Senior, Darmawan Sepriyossa, Sri Radjasa dengan tegas mengungkap informasi yang ia klaim sangat valid.
Menurutnya, sebuah rapat tertutup telah digelar oleh kelompok tertentu di Riau untuk menggulirkan kembali wacana pemisahan diri dari NKRI.
Ia secara spesifik menuding kelompok pendukung mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi berada di balik gerakan tersebut.
"Ini ngeri, karena saya dapat informasi yang sangat bisa dipercaya. Beberapa hari lalu, pendukung Jokowi di Riau mengadakan rapat gelap membahas wacana gerakan Riau Merdeka. Gila!" kata Sri Radjasa, dikutip hari Jumat (8/8/2025).
Ia mengaku sangat yakin dengan informasi ini, karena berasal dari informan tepercaya yang pernah menjadi jaringannya saat masih aktif bertugas di lapangan.
"Bisa dipercaya, karena dia (informan) dulu adalah kaki tangan anak panah saya di lapangan. Karena Riau kan pernah punya pengalaman separatis," kata dia.
Baca Juga: Siapa Pembuat Film Animasi Merah Putih One For All yang Tuai Kontroversi?
Menurut analisisnya, motif di balik gerakan ini bukanlah ideologi, melainkan pragmatisme yang didanai untuk menciptakan instabilitas politik.
Tujuannya, kata Sri, adalah untuk mengganggu pemerintahan yang sedang berjalan.
"Cuma, sasarannya untuk mengganggu kewibawaan Presiden, kalau sampai ini muncul kembali," ujarnya.
Awalnya, diskusi dalam siniar tersebut menyinggung fenomena viral bendera Jolly Roger dari animasi One Piece yang marak digunakan sebagai simbol kekecewaan.
Namun, Sri Radjasa melihatnya sebagai gejala yang lebih dalam, di mana fenomena sosial dimanfaatkan untuk agenda disintegrasi.
Ia memaparkan sebuah pola yang menurutnya berbahaya.