Suara.com - Sentuhan kasar atas kehadiran karya seni di tengah masyarakat menyisakan satu pertanyaan. Bukan 'apakah mereka yang berkuasa memiliki ketakutan atas seni', melainkan 'apa yang ditakuti oleh mereka yang berkuasa dari seni?'.
Hanya dalam kurun waktu tiga bulan, relasi antara seni dan kekuasaan di Indonesia ditampilkan dalam figura yang buruk. Desember 2024 diakhiri dengan pembredelan pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional.
Pada Februari 2025, dua peristiwa 'pembredelan' lainnya terjadi.
Pertama, pelarangan teater berjudul 'Wawancara dengan Mulyono' di kampus seni, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung pada 15-16 Februari 2025. Kedua, penarikan lagu 'Bayar Bayar Bayar' oleh band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani pada 20 Februari 2025.
Peristiwa-peristiwa ini tidak sekadar mencederai seni sebagai sebuah produk, melainkan sekaligus hak untuk berkesenian yang seharusnya difasilitasi dalam sebuah negara yang demokratis.
![Salah satu lukisan karya Seniman Yos Suprapto sebelum diturunkan di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (23/12/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/12/23/70603-lukisan-yos-suprapto-lukisan-jokowi-yos-suprapto.jpg)
Yos Suprapto dan Kedaulatan Seni
Pil pahit mulai dirasakan Yos Suprapto sebagai seorang seniman dan warga Indonesia pada 16 Desember 2024. Berdalih tidak sesuai dengan tema kuratorial yang disepakati, lukisannya berjudul Konoha 1 dan Konoha 2: Jilat Menjilat ditutup kain hitam.
Pada 19 Desember 2024 pukul 19:00 WIB, lukisan-lukisan tersebut diturunkan dan keluar dari rencana dipamerkan di Galeri Nasional. Keputusan ini berujung pada penggembokan dan larangan pengunjung memasuki ruang pameran.
Total ada lima lukisan yang menjadi korban pembredelan. Tiga lainnya berjudul Niscaya, Makan Malam, dan 2019. Penggambaran satu ikon yang sama dalam lima lukisan tersebut disinyalir adalah penyebab dari pembredelan yang terjadi.
Baca Juga: Alasan Novi Vokalis Band Sukatani Dipecat Jadi Guru Terungkap, Disebut Melanggar Kode Etik
Ada jurang pemahaman yang besar antara seniman dan 'penguasa'. Bagi Yos Suprapto, tema kedaulatan pangan yang diusung tidak bisa dipisahkan dari relasi kekuasaan. Sayang, kekuasaan yang digambarkannya dalam satu ikon 'penguasa' berujung pada ketidaksukaan elitis atas karya-karyanya yang akan dipamerkan.
Sementara itu, Yos menolak untuk mundur apalagi dibungkam. Keterbukaan kepada media disusul dengan viralnya foto-foto lima lukisan milik Yos yang dibredel oleh Galeri Nasional.
Lima lukisan Yos berubah menjadi topik paling diperbincangkan selama beberapa hari ke depan. Apa yang dimulai dari kedaulatan pangan berujung pada amarah yang mempertanyakan kedaulatan seni dalam satu kedipan.
Masyarakat tidak perlu menyisihkan waktu untuk berkunjung ke Galeri Nasional. Hanya berbekal gawai dan media sosial, semua orang bisa menikmati karya seni Yos Suprapto, yang tampaknya membuat para penguasa menjadi cemas.

Wawancara dengan Mulyono: Sebuah Ironi
Senin, 17 Februari 2025, massa mulai beraksi. Sebuah poster bertuliskan “Kampus Seni yang Takut pada Seni Adalah Ironi yang Membusuk!” dibentangkan seorang mahasiswi di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Jawa Barat.