Penyanyi dan pencipta lagu, Kunto Aji ibaratkan sebagai pemain-pemain sebuah tim sepak bola yang dicurangi dan memberikan perlawanan dengan cara berbeda.
Satu kubu menghendaki perubahan aturan yang tidak solutif, sementara satu kubu masih mencoba menyuarakan keluhan lewat perbaikan birokrasi yang sesuai ketentuan dalam undang-undang.
Dalam sudut pandang Kunto Aji, cara kedua kubu menyuarakan perlawanan atas ketidakadilan yang bertahun-tahun mereka hadapi sebenarnya sah-sah saja.
Masalahnya, perbedaan cara kedua kubu pada akhirnya malah menimbulkan konflik internal dan mereka yang jadi sumber kekisruhan terkesan tidak berusaha mengambil tindakan penyelesaian.
Salah satu sumber kekisruhan yang Kunto Aji adalah LMK atau LMKN, yang dalam analoginya digambarkan sebagai wasit curang yang merugikan kedua kubu berseteru.
Masalah utama kisruh perizinan lagu sendiri bermuara dari dua pasal tumpang tindih dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.