Suara.com - Anggota DPR RI Komisi X Verrell Bramasta turut mengkritik kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tentang para siswa bermasalah yang dikirim ke barak militer untuk dididik supaya lebih disiplin.
Melalui postingan di akun TikTok Partai Amanat Nasional (PAN), Verrell Bramasta mulanya memberi apresiasi terhadap pemerintah daerah dalam menerapkan kedisiplinan terhadap murid-murid yang dianggap nakal.
Namun menurut Verrell, pendektan militer yang dicanangkan oleh Dedi Mulyadi kurang tepat. Terlebih, kebijakan tersebut banyak menuai kontra dari berbagai pihak, termasuk sejumlah orangtua.
"Banyak yang akhirnya bertanya apakah metode ini benar-benar efektif untuk men-tackle akar permasalahan?" kata anak sulung aktris sekaligus mantan anggota DPR Venna Melinda itu, dalam video yang diunggah Sabtu (10/5/2025).
Artis 29 tahun itu meyakini bahwa kenakalan remaja tidak hanya disebabkan oleh faktor disiplin yang lemah, tetapi juga dampak dari masalah lain seperti tekanan sosial maupun emosional.
"Kita perlu tahu hal ini lebih mendalam dalam banyak kasus perilaku menyimpang bagi para anak-anak muda atau remaja ini bukan hanya semata-mata karena soal disiplin yang lemah," imbuhnya.
Verrell Bramasta menambahkan, "Tetapi bisa jadi juga ini adalah merupakan manifestasi dari dinamika keluarga, tekanan sosial, atau pun masalah emosional yang belum tertangani."
Pendekatan fisik seperti pendidikan di barak militer justru dinilai hanya akan melahirkan anak muda yang keras, bukan tangguh. Sebab, mereka tidak dididik secara psikologis dan spiritual.
"Bila kita hanya mengandalkan pendekatan fisik tanpa menyentuh dimensi psikologis dan spiritual, para remaja ini, saya rasa kita malah akan membentuk karakter anak-anak muda yang keras, bukan yang tangguh," ucapnya.
Baca Juga: Dikritik, Bupati Purwakarta Tantang Verrell Bramasta Urus 15 Siswa Nakal di Jawa Barat
Selain itu, Verrell Bramasta menegaskan bahwa pendidikan militer tidak termasuk dalam undang-undang yang mengatur sistem pendidikan di Indonesia.
"Dari sisi kebijakan, penting untuk kita ingat bahwa undang-undang sistem pendidikan nasional atau lebih tepatnya UU No.20 tahun 2003, tidak ada dalam undang-undang tersebut yang mengatur atau mengharuskan siswa atau siswi untuk pindah ke barak militer sebagai bentuk edukasi," tuturnya.
Begitu pula dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Mereka yang melakukan penyimpangan harus ditangani oleh lembaga sosial, bukan instansi militer seperti TNI.
"Kalau kita berkaca kepada Undang-Undang Perlindungan Anak UU No.35 tahun 2014 menyatakan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum atau pun anak-anak yang menunjukkan perilaku yang menyimpang termasuk dalam kategori anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus," kata Verrell Bramasta.
"Penanganannya seharusnya melibatkan stakeholders seperti lembaga sosial dan pendidikan konselor pihak orangtua atau pun berbagai stakeholders lainnya dan bukan melalui instansi militer," ujarnya menyambung.
Verrell Bramasta pun menyampaikan analogi bagaimana cara menghadapi anak-anak nakal sebelum menerjunkan mereka ke barak tanpa menganalisis akar permasalahannya lebih dulu.