Suara.com - Festival Film Indonesia (FFI) 2025 akan kembali hadir sebagai ajang penghargaan bagi para insan perfilman Tanah Air dengan mengusung tema “Puspawarna Sinema Indonesia”.
Kabar ini pertama kali diumumkan melalui unggahan resmi di akun Instagram @festivalfilmid.
“Menyambut kembali Festival Film Indonesia 2025,” demikian informasi tersebut dikutip pada Jumat, 13 Juni 2015.
Namun pengumuman tersebut justru memicu kontroversi di kalangan pelaku industri film, khususnya Badan Perfilman Indonesia (BPI).
BPI bereaksi keras terhadap unggahan tersebut karena FFI tidak lagi menampilkan logo BPI yang sebelumnya selalu hadir dalam penyelenggaraan acara serupa.

BPI lalu mengunggah ulang postingan tersebut dan menuliskan pernyataan bernada kecaman terhadap FFI.
BPI bahkan secara tegas menyatakan pencabutan Surat Keputusan (SK) terhadap Komite FFI.
“Terima kasih logo BPI sudah ditiadakan. Dan dengan ini kami mencabut SK Komite FFI,” tulis unggahan yang ditulis akun resmi BPI.
Lebih lanjut, BPI menegaskan bahwa sejak peluncuran logo baru FFI 2025, mereka tidak lagi memiliki keterlibatan maupun tanggung jawab atas penyelenggaraan acara tersebut.
Baca Juga: Dibintangi Acha Septriasa dan Kevin Julio, Film Titip Bunda di Surga-Mu Mulai Syuting Hari Ini
“Dan terhitung sejak logo FFI 2025 ini diluncurkan, maka BPI tidak lagi bertanggung jawab atas penyelenggaraan FFI,” lanjut unggahan tersebut.
Tidak hanya itu saja, BPI menyebut bahwa pencabutan logo mereka adalah bentuk pengkhianatan terhadap kemitraan dan kontribusi yang telah dijalankan bersama selama ini.
“Ini adalah bentuk pengkhianatan. Salam sinema,” tulis akun BPI di akhir unggahannya.
Namun hingga saat ini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak FFI terkait penghapusan logo BPI maupun tanggapan terhadap pernyataan BPI.
Sekilas tentang Badan Perfilman Indonesia (BPI)
Menurut informasi dari situs bpi.or.id, BPI dibentuk sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
Dalam Pasal 67 undang-undang tersebut disebutkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk turut serta dalam penyelenggaraan perfilman nasional.
Untuk mendukung dan memperkuat partisipasi tersebut, maka dibentuklah Badan Perfilman Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 68 sebagai representasi masyarakat film dalam pembangunan ekosistem perfilman nasional.
Adapun tugas dan fungsi utama BPI mencakup berbagai kegiatan, antara lain: menyelenggarakan festival film di dalam negeri, berpartisipasi dalam festival film internasional, hingga mendukung pendanaan bagi produksi film-film berkualitas tinggi.
BPI sendiri diketuai oleh Gunawan Paggaru, dan Judith J. Dipodiputro sebagai sekretaris umum.
Sekilas Tentang Festival Film Indonesia (FFI)
FFI merupakan ajang penghargaan bergengsi tahunan yang dipersembahkan untuk insan film Indonesia.
Setiap tahunnya, FFI akan memberikan penghargaan berupa Piala Citra yang diberikan kepada film, aktris, aktor, cerita, sutradara terbaik, dan lain-lain yang terlibat dalam proses pembuatan film.
Kata Citra yang disebut pada nama Piala Citra merupakan judul puisi yang diciptakan oleh Usmar Ismail di Malang pada tanggal 20 September 1943 silam.
Lalu atas inisiatif Usmar Ismail, puisi itu kemudian diubah menjadi lagu oleh Cornel Simanjuntak.
Saat ini, lagu berjudul Citra tersebut digunakan sebagai lagu tema dalam acara Malam Anugerah Piala Citra Festival Film Indonesia.
Piala Citra pertama kali diberikan pada ajang Festival Film Indonesia tahun 1973, yang kala itu diselenggarakan oleh Yayasan Film Indonesia (YFI).
Nama Piala Citra diresmikan oleh Menteri Penerangan Republik Indonesia, Budiardjo, dalam pembukaan Festival Film Indonesia yang berlangsung di Jakarta pada 26 Maret 1973.
Penetapan nama tersebut didasarkan pada keputusan Presiden Soeharto, dengan harapan agar penghargaan ini menjadi simbol kehormatan dalam dunia perfilman.
Kontributor : Rizka Utami