Suara.com - Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus menuai protes hingga hujatan dari netizen karena gebrakannya ingin Artificial Intelligence (AI) menjadi mata pelajaran hingga kurikulum pendidikan dari sekolah dasar.
Dalam sebuah pidatonya di hadapan publik, pria 37 tahun ini mengaku bingung karena selalu mendapat respons negatif saat membahas AI untuk pendidikan.
"Saya nggak tahu kenapa tiap kali saya posting AI di Instagram, TikTok itu pasti reaksinya negatif," ucap anak sulung mantan presiden Jokowi ini.
Seorang perempuan berprofesi sebagai guru bernama Fitria Anis Kurly lewat akun sosial medianya memberikan pesan menohok.
"Oh jadi Pak Wapres nggak tahu kenapa, saya bantu jelaskan ya. Jadi bapak sering ke SD, SMP, SMA bicara pendidikan AI tapi dapat respons negatif, jadi gini ya pak," katanya di awal videonya.

Perempuan yang diketahui pernah menjadi guru di Polandia ini pelan-pelan menjabarkan alasan publik menolak gagasan AI masuk sekolah berdasarkan pandangannya.
Pertama, masalah pendidikan di Indonesia menurut guru satu ini jauh lebih besar dan mendesak daripada gebrakan pendidikan AI untuk anak-anak sekolah dasar hingga menengah.
Dia kemudian membeberkan fakta tentang nasib anak-anak yang masih harus berjuang demi bisa pergi ke sekolah setiap harinya.
Ada yang harus jalan kaki menempuh jarak puluhan kilometer, menyebrang sungai pakai perahu, hingga menyebrangi jembatan rusak yang taruhannya nyawa demi bisa berangkat sekolah.
Baca Juga: Rocky Gerung Skakmat Sekjen Gibranku, Sebut Cuma Pendukung Kosong: Recent Issue Saja Gak Ngerti
Guru ini sampai menyinggung agar Gibran bisa belajar dari bapaknya yakni Presiden Jokowi untuk membangun infrastruktur ketimbang memaksakan AI masuk mata pelajaran atau kurikulum sekolah.
![Presiden RI ke-7, Joko Widodo. [Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/17/64915-jokowi.jpg)
"Ayah bapak kan sudah bangun jalan tol, setidaknya bapak bertanya dan belajar bangun jembatan dulu saja untuk mereka pak," pesannya.
Poin selanjutnya, guru ini meminta Gibran lebih baik memotivasi anak-anak sekolah dasar hingga menengah untuk melek literasi.
Ini mengingat literasi di Indonesia sangat rendah. Banyak yang bisa baca namun tidak paham apa yang dibacanya.
"Nah coba bapak beri motivasi mereka untuk banyak membaca, kalau boleh tahu buku bacaan favorit bapak apa nanti saya sampaikan ke murid-murid saya biar mereka termotivasi," katanya.
Kemudian guru ini menyinggung kalau Gibran tak suka baca buku sehingga susah memberikan contoh.
"Oh bapak nggak suka baca buku ya, oh ya sudah poin yang ini kita skip aja pak," celetuknya.
Hal yang dikritik selanjutnya adalah tentang nasib guru honorer yang gajinya masih jauh dari kata cukup.
Bukan hanya kecil namun dibayarkannya juga tidak tepat waktu.
Dia membandingkan dengan staf khusus (stafsus) presiden yang punya gaji besar dan dibayarkan tepat waktu namun tugasnya tidak terlalu kelihatan.
"Lalu gimana pak dengan guru-guru yang masih berahan dengan gaji Rp 300 ribu, Rp 600 ribu gajinya dirapel pak beberapa bulan baru dibayar, stafsus yang nggak ikut mencerdaskan anak bangsa aja gajinya lebih besar pak dan saya yakin mereka dibayar on time dan pasti nggak ada tugas administrasi menggunung untuk mereka kan," bebernya.

Kemudian guru ini membahas tentang sistem pendidikan Indonesia yang masih berorientasi pada hasil daripada proses dan isinya.
Buktinya masih banyak yang lebih mementingkan ijazah daripada isi pikirannya.
Dia menyinggung tentang menteri di kabinet Gibran yang gelarnya dipermasalahkan karena diduga ijazahnya beli.
"Pendidikan itu bukan cuma soal ujian pak tapi pendidikan itu soal anak-anak kita yang bisa berpikir kritis, beradaptasi dengan perubahan, dan siap memasuki dunia kerja tanpa orang dalam, tapi untuk poin ini bapak sepertinya tidak relate juga ya jadi kita skip aja dulu," sindirnya.
Menurutnya, itu baru secuil permasalahan yang dihadapi Indonesia dan sangat dasar.
"Itu baru secuil masalah pendidikan kita pak, jadi gimana mungkin bapak bicara tentang AI, teknologi canggih kalau masalah yang utama dalam pendidikan kita ini masih terus diabaikan," ungkapnya.
Dia pun menyarankan Gibran untuk membahas hal lain yang lebih berbobot seperti keadilan pendidikan yang merata.
"Saya yakin bapak nggak perlu bayar buzzer pasti banyak yang mendukung bapak," tegasnya.
Pendidikan AI juga akan percuma diajarkan kalau permasalahan utama dan dasar pendidikan di Indonesia belum selesai.
"Pak kalau semua permasalahan dasar itu nggak selesai yang bapak ajarkan tentang AI cuma jadi angan-angan kosong untuk murid dan guru yang masih terjebak dalam ketidakadilan dan ketertinggalan," jelasnya.
Dia meminta Gibran untuk lebih banyak terjun ke lapangan melihat potret pendidikan di Indonesia di daerah-daerah lain daripada membahas AI terus menerus.
"Pak Gibran sekarang waktunya untuk bapak berani melihat dan mengakui pendidikan kita punya PR yang jauh lebih besar dan mendesak ketimbang AI," tegasnya.
"Coba bapak kunjungi sekolah-sekolah di daerah tertinggal di Papua, Sulawesi, Kalimantan dan masih banyak daerah lainnya. Nanti bapak akan paham," tambahnya mengakhiri videonya.
Tak disangka video guru tersebut viral bahkan sampai dikomentari beberapa publik figure hingga selebritis.
Di kolom komentar ada artis Yuni Shara yang memberikan emoji love, penyanyi Cakra Khan yang memberikan emoji jempol hingga influencer Jerome Poline juga ikut meninggalkan komentar mendukung.
Kontributor : Tinwarotul Fatonah